Para profesi di bidang sumber daya manusia selalu dihadapi tantangan baik yang datang dari faktor eksternal maupun internal organisasi sehingga diperlukan perspektif yang strategik sesuai perannya dalam organisasi. Sebagai profesi sumber daya manusia perlu menjawab tantangan yang dihadapinya melalui salah satu pendekatan pengukuran kinerja sumber daya manusia dan mengetahui bagaimana kontribusi sumber daya manusia terhadap kinerja organisasi. Pendekatan tersebut merupakan tema yang menjadi perhatian dalam Human Resource Scorecard.
Pendahuluan
Di dalam salah satu buku yang ditulis oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992 telah diperkenalkan konsep tentang “Balance Scorecard” untuk mengukur kinerja organisasi. Sejak itu Kaplan dan Norton telah mengembangkan konsep “Balance Scorecard” di sekitar 200 perusahaan di Amerika. Pertanyaan yang selalu diajukan dalam mendesain konsep tersebut adalah “apa strategi organisasi anda?”. Melalui pertanyaan demikian telah memberikan suatu inspirasi bagi Kaplan dan Norton untuk memahami para pimpinan organisasi berpikir tentang organisasinya.
Umumnya para pimpinan organisasi mempunyai kesamaan terutama dalam memusatkan perhatiannya kepada strategi finansial dan memberikan prioritas kepada perbaikan proses operasional. Para pimpinan organisasi pada umumnya kurang memperhatikan pada strategi pelanggan (siapa yang menjadi target; bagaimana nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi?). Mereka nampaknya belum menyadari dan memahami pentingnya strategi untuk pengembangan SDM (human capital).
Di dalam perkembangan organisasi dan ekonomi baru pada era sekarang ini khususnya di dalam penciptaan nilai-nilai (value creation), suatu organisasi sangat di dominasi oleh “human capital” dan modal “intangible” lainnya. Oleh sebab itu perlu adanya pengukuran terhadap strategi sumber daya manusia. Salah satu konsep yang diperkenalkan adalah “HR Scorecard” yang menawarkan langkah-langkah penting guna mengelola strategi sumber daya manusia.
Arsitektur sumber daya manusia sebagai modal strategik
Menurut Becker,Huselid and Ulrich (2001), sistem pengukuran SDM yang efektif mempunyai 2 (dua) tujuan penting yaitu :
1. Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi dan
2. Berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja SDM.
Konsep yang dikembangkan dalam HR Scorecard tersebut lebih ditujukan kepada peran penting dari para profesi SDM di masa datang.
Bila fokus strategi perusahaan adalah menciptakan “competitive advantage” yang berkelanjutan , maka fokus strategi SDM harus disesuaikan. Hal ini untuk memaksimalkan kontribusi SDM terhadap tujuan organisasi, dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi organisasi. Dasar dari peran SDM yang strategik terdiri dari 3 dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh Arsitektur SDM perusahaan, Yaitu :
· Fungsi
· Sistem
· Prilaku Karyawan
Istilah “arsitektur” secara luas menjelaskan profesi SDM di dalam fungsi SDM, Sistem SDM yang berkaitan dengan kebijakan dan praktek SDM melalui kompetensi,motivasi dan prilaku SDM.
Gambar 1 berikut ini menggambarkan proses arsitektur strategi SDM (Becker,Huselid and Ulrich 2001)
1. Fungsi sumber daya manusia ( The Human Resource Function)
Dasar penciptaan nilai strategi SDM adalah mengelola infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi SDM diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Ada yang berpendapat bahwa Manajemen SDM yang efektif terdiri dari dua dimensi penting, yaitu :
· Manajemen SDM teknis, mencakup : rekruitmen,kompensasi, dan benefit
· Manajemen SDM yang strategik, mencakup : penyampaian (delevery) pelayanan Manajemen SDM teknis dalam cara mendukung langsung implementasi strategi perusahaan.
Dalam prakteknya ditemukan bahwa kebanyakan manajer SDM lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delevery) yang tradisional atau kegiatan Manajemen SDM teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen SDM yang strategik. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer SDM masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen SDM strategik dan bisnis
2. Sistem sumber daya manusia (The Human Resource System)
Sistem SDM adalah unsur utama yang berpengaruh dalam SDM strategik. Model sistem ini disebut “High Performance Work System” (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem SDM di rancang untuk memaksimalkan seluruh human capital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
· Menghubungkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi
· Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi
· Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas. Agar supaya SDM mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem SDM dengan cara menekankan, mendukung dan me-reinforce HPWS.
Tetapi dengan mengadopsi kinerja tinggi yang memfokuskan pada masing-masing kebijaksanaan dengan praktek SDM saja tentunya tidaklah cukup. Pada hakekatnya diperlukan adanya pemikiran sistem yang menekankan pada “inter-relationship” antara komponen sistem SDM dan hubungan antara SDM dengan sistem implementasi strategi yang lebih luas.
HPWS secara langsung menciptakan “customer value” atau nilai (value) lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini, proses kemitraan (alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tersebut diciptakan. Kuncinya, bahwa karakteristik HPWS tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan dan praktek SDM yang tepat tetapi juga bagaimana mengelola praktek SDM tersebut. Dalam HPWS, kebijaksanaan dan praktek SDM perusahaan menunjukkan alignment (kemitraan) yang kuat dengan sasaran operasional dan strategi bersaing organisasi. Setiap HPWS akan berbeda diantara organisasi, sehingga HPWS dapat disesuaikan dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan masing-masing organisasi.
3. Perilaku karyawan yang strategik (Employee Behavior Strategically)
Peran SDM atau “human capital” yang strategik akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku strategik adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum, seperti :
· Perilaku inti (core behavior) adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti dan merupakan perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.
· Perilaku spesifik yang situasional (situation specific behavior) yang esensial sebagai key point dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Misalnya berupa keterampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang
Mengintegrasikan perhatian pada prilaku ke dalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi SDM terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. Pertanyaannya yang mana yang penting?. Bagaimana mereka mengelolanya?.
Pertama, pentingnya prilaku akan didefinisikan oleh kepentingan untuk implementasi strategi organisasi.
Kedua, cukup penting untuk mengingat bahwa kita tidak mempengaruhi prilaku strategik secara langsung, tentang prilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur SDM secara luas.
Beberapa langkah untuk melaksanakan HR Scorecard
Proses pelaksanaan HR Scorecard disajikan dalam gambar 2 di bawah ini yang menjelaskan 7 (tujuh) langkah proses transformasi arsitektur SDM ke dalam model strategik.
Pertanyaan yang dikemukakan dalam membicarakan langkah-langkah tersebut adalah bagaimana SDM dapat diformulasikan ke dalam peran strategik. Menurut Becker,Huselid dan Ulrich (2001) perlu diilustrasikan bagaimana SDM dapat menghubungkan fungsi-fungsi yang dilaksanakannya ke dalam proses implementasi strategik organisasi. Berdasarkan gambar tersebut langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pelaksanaan SDM strategik digambarkan pada uraian berikut ini :
Gambar 2
Transforming the HR Architecture into a strategic Asset
Clearly Define Business Strategy
· Mendefinisikan Strategi Bisnis secara Jelas
( Clearly Define Business Strategy)
Memfokuskan pada implementasi strategi daripada hanya memfokuskan pada isi strateginya sendiri, sehingga pemimpin senior SDM dapat memfasilitasi diskusi mengenai bagaimana mengkomunikasikan sasaran perusahaan melalui organisasi. Sasaran strategik tersebut sebaiknya tidak samar-samar, misalnya : meningkatkan efisiensi biaya operasional, meningkatkan kehadiran di pasar Internasional, atau meningkatkan produktifitas. Apabila tidak dirumuskan secara jelas dan tegas tentunya hal tersebut akan membingungkan bagi individu karyawan sehingga tidak dapat dengan mudah mengetahui tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran strategi tersebut.
Jadi strategi organisasi harus jelas dalam istilah yang rinci sehingga dapat dibuat pelaksanaannya. Kuncinya adalah membuat sasaran organisasi sedemikian rupa sehingga karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur keberhasilan dalam mencapai sasaran tersebut.
· Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai modal strategik
(Build a business case for HR as A Strategic Asset)
Setelah perusahaan mengklarifikasi strateginya, profesional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengatahui mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung strategi organisasi.
Di dalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi perumusan kasus tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh bagaimana mengimplementasikan strategi secara efektif, bukan isi dari strategi itu sendiri.
Suatu penelitian yang dilakukan melalui survey kepada 2800 perusahaan ditemukan bahwa sistem kerja yang berkinerja tinggi mempunyai pengaruh yang positif dan kuat terhadap kinerja keuangan perusahaan. Gambar 3 berikut ini memberikan gambaran tentang hasil penelitian tersebut.
$390.000
$370.000
$350.000
$330.000
$310.000
$290.000
0 20 40 60 80 100
Quintile Change in Sophistication of HR Architecture
Garis sumbu X pada gambar tersebut menunjukkan sistem SDM yang berorientasi dengan High Performance Work System (HWPS) mulai dari 0 untuk perusahaan yang berskor rendah sampai 100 untuk perusahaan yang berskor tinggi. Sedangkan sumbu Y menunjukkan nilai pasar (market value) per karyawan yang berkaitan dengan point berdasarkan indeks 1996.
Gambar 3 menunjukkan bahwa manfaat dari investasi dalam strategi SDM berkinerja tinggi tidak terbentuk linear. Perusahaan yang diambil sebagai sampel menunjukkan 3 (tiga) pengalaman yang berbeda apabila sistem SDM memusatkan pada kinerja.
Pertama, kelompok perusahaan yang masuk katagori rangking terendah yang mengalami sedikit peningkatan kinerja organisasi.
Kedua, kelompok menengah (antara 20-60) yang mempengaruhi kinerja organisasi pada tingkat yang marjinal.
Ketiga, kelompok perusahaan di atas 60 adalah perusahaan yang tidak hanya mengadopsi praktek SDM secara tepat dan melaksanakannya secara efektif tetapi telah mulai mengintegrasikan sistem SDM ke dalam strategi organisasi.
Menciptakan Peta strategi (Create Strategy Map)
Kejelasan strategi organisasi menetapkan langkah-langkah untuk pelaksanaan strategi. Dikebanyakan organisasi, nilai pelanggan (Customer value) tercakup di dalam produk atau jasa yang dihasilkan organisasi sebagai suatu hasil yang kompleks dan proses kumulatif yang disebut Michael Porter “value chain”. Semua organisasi memiliki “value chain” walaupun itu belum diartikulasikan, dan sistem pengukuran kinerja organisasi harus memperhatikan setiap hubungan di dalam rantai itu.
Untuk mendefinisikan proses “value creation” dalam organisasi, disarankan agar top dan manager menengah yang akan mengimplementasikan strategi perusahaan membangun peta strategi yang mewakili rantai nilai organisasi.
Untuk memulai proses pemetaan dalam perusahaan, perlu menganalisis sasaran strategis perusahaan dan menanyakan hal sebagai berikut :
· Mana tujuan strategik/sasaran/outcome yang dianggap penting?
· Apa Performance Driver untuk setiap tujuan?
· Bagaimana kita mengukur setiap kemajuan untuk menjamin tercapainya tujuan?
· Apa hambatan untuk mencapai setiap tujuan?
· Apa yang perlu dilakukan karyawan untuk mencapai tujuan tersebut?
· Apakah fungsi SDM menyediakan karyawan yang kompeten dan tingkah laku yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut?
· Bila tidak, apakah perlu perubahan?
Pertanyaan di atas dapat memberikan informasi sejauh mana fungsi SDM telah memberikan kontribusi pada keberhasilan perusahaan. Disarankan agar pertanyaan tersebut juga dilengkapi dengan informasi lain, misalnya dengan membuat kuestioner untuk menguji apakah karyawan memahami sasaran perusahaan dan melakukan survai apa saja yang menjadi Performance Drivers dan kapabilitas perusahaan. Setelah data-data itu terkumpul maka dapat dibuat gambaran rantai nilai perusahaan ke dalam model konseptual yang menggunakan grafik. Lalu menguji kembali untuk pemahaman dan penerimaan dalam kelompok kecil dari beberapa opini leader dan apa pemikiran leader terhadap perusahaan.
Peta strategi juga berisikan hipotesis atau prediksi mengenai proses organisasional mendukung kinerja perusahaan. Dalam hal ini, bila suatu organisasi dapat membuat hubungan antara Performance Driver ketika melakukan pemetaan rantai nilai perusahaan, dapat memberikan kepastian untuk mengimplementasi rencana strategi.
· Mengidentifikasi HR Deliverables dalam Peta Strategi
(Identify HR Deliverables within the Strategy Map)
Seperti disebutkan pada uraian sebelumnya bahwa SDM menciptakan nilai-nilainya (Values) pada titik temu antara sistem impelementasi strategi. Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang saling berhubungan. Bila manajer SDM tidak memahami aspek bisnis,maka para manajer tidak akan menghargai bagian SDM tersebut. Oleh karena itu Manajer SDM harus bertanggung jawab untuk menetapkan apa yang disebut HR Deliverable, yaitu : HR Performance Driver dan HR Enabler pada peta strategi.
Dalam hal ini HR Deliverable apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam peta strategi dan berusaha fokus pada tingkahlaku Strategik yang memperluas fungsi kompetensi,reward, dan tugas organisasi. Misalnya perusahaan memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R&D (high performance driver). Dengan adanya hubungan ini dapat dirancang kebijaksanaan, seperti meningkatkan gaji dan bonus, yang dapat mempertahankan karyawan R&D yang berpengalaman.
· Kemitraan antara HR Architecture dan HR Deliverables
(Align the HR Architechture with HR Deliverables)
Langkah selanjutnya adalah merancang sistem SDM (misalnya : reward, Kompetensi, tugas-tugas organisasi, dan sebagainya) yang dapat mendukung HR Deliverable.
Contoh kasus di perusahaan GTE : menunjukkan bagaimana bentuk kesejajaran yang baik antara sistem SDM dengan HR Deliverable dengan menciptakan HR Enabler (yaitu : rendahnya turn over pegawai di antara karyawan senior R&D) sehingga dapat menghasilkan key performance driver ( yaitu : cycle time).
Adanya ketidaksejajaran antara sistem SDM dengan impelementasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan.
· Merancang sistem pengukuran strategik SDM
(Design the Strategic HR Measurement System)
Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja SDM, tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak di kenal oleh banyak profesional SDM.
Untuk mengukur hubungan SDM dengan kinerja perusahaan, diperlukan pengukuran HR Deliverable yang valid, terdiri dari 2 (dua) dimensi :
· Pastikan bahwa telah memilih HR Performance Driver dan HR Enabler yang tepat. Hal ini membutuhkan pemahaman jelas tentang rantai penyebab efektifnya impelementasi strategi perusahaan.
· Memilih pengukuran yang tepat untuk mengukur HR Deliverable tersebut. Contohnya : HR Deliverable adalah stabilitas karyawan senior, namun ada beberapa cara pengukuran konsep ini. Pengembangan pengukuran membutuhkan definisi yang tepat siapa yang menjadi staff senior (misalnya : pengalaman karyawan 5 sampai 15 tahun) dan apa yang dimaksud stabilitas karyawan. Apakah stabilitas tersebut termasuk seluruh turn over karyawan atau sebagian? Apakah juga termasuk karyawan individu yang telah dipromosikan?
· Mengukur variabel-variabel tersebut secara akurat.
· Melaksanakan Manajemen Pengukuran
(Implement Management by Measurement)
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam model, hasilnya adalah alat manajemen yang ‘powerful’. Sebenarnya, melaksanakan impelementasi alat ini tidak lebih dari ‘menjaga skor’ pengaruh SDM terhadap kinerja perusahaan. Bila HR Scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan, maka profesional SDM akan menemukan insight baru tentang apa yang harus dilakukan untuk mengelola SDM sebagai aset strategik.
Melaksanakan proses manajemen baru yang berdasarkan langkah 1 sampai 6 membutuhkan perubahan dan fleksibelitas. Lebih jauh lagi, proses ini bukan hanya dilakukan 1 kali saja. Para profesional SDM harus secara teratur mengkaji HR Deliverable yang didefinisikan dalam rangka memastikan bahwa driver dan enabler tersebut masih dianggap signifikan.
Lebih jauh lagi, sistem perspektif adalah prasyarat untuk menyesuaikan kesejajaran internal dan eksternal sistem SDM dan kemudian untuk menggeneralisasi keuntungan bersaing yang sebenarnya. Sistem pengukuran bagi perusahaan sebagai keseluruhan atau fungsi SDM dapat menciptakan value, hanya bila mereka secara hati-hati menyesuaikannya dengan strategi bersaing dan sasaran operasional perusahaan yang unik. Selanjutnya, perusahaan sebaiknya melakukan benchmark dengan sistem pengukuran organisasi lain.
Elemen penting dari HR Scorecard adalah :
1. HR Deliverable
2. Penggunaan HPWS
3. HR System Alignment
4. HR Efficiency
Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara kontrol biaya dan penciptaan value (value creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuran HR Efficiency. Sedangkan penciptaan value (value creation) berasal dari pengukuran HR Deliverable, kesejajaran sistem SDM eksternal , dan High Performance Work System. Ketiga hal terakhir adalah elemen penting dari HR Architecture yang melacak rantai nilai dari fungsi ke sistem lalu ke tingkah laku karyawan.
Karena fokus peran SDM yang strategik adalah menciptakan value, maka berpikir tentang HR Architecture berarti memperluas pandangan tentang rantai nilai SDM. Sama seperti Scorecard perusahaan (Balance Scorecard) yang berisikan indikator penyebab (leading indicator) dan indikator akibat (lagging indicator), maka HR Scorecard juga memiliki hal yang sama, dimana HPWS dan HR System Alignment adalah indikator penyebab (leading indicator) dan HR Efficiency dan HR Deliverable adalah indikator akibat (lagging indicator).
Dimensi Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Menggunakan HR Scorecard
Adapun tahap merancang sistem pengukuran SDM melalui pendekatan HR Scorecard adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi HR Competency (Kompetensi Manajer SDM)
Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya. Hasil staudi tentang kompetensi SDM pernah dilakukan oleh Perrin (1990) dalam Becker, Huselid & Ulrich) menunjukkan bahwa kompetensi SDM diidentifikasi sebagai berikut :
· Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif lini)
· Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi untuk SDM (akademik)
· Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi pengaruh perubahan
· Mampu memberikan edukasi tentang SDM dan mempengaruhi manajer (Eksekutif SDM)
Hasil penelitian Universitas Michigan dalam periode 1988 , menunjukkan bahwa kompetensi yang perlu dimiliki oleh SDM di masa depan adalah :
· Memiliki pengetahuan tentang bisnis
· Ahli dalam melaksanakan praktek SDM
· Memiliki kemampuan mengelola perubahan
· Memiliki kemampuan mengelola budaya
· Memiliki kredibilitas personal
2. Pengukuran High Performance Work System (HPWS)
HPWS menempatkan dasar untuk membangun SDM menjadi asset strategik, HPWS memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem SDM harus memasukkan kumpulan indikasi yang merefleksikan pada ‘fokus pada kinerja’ dari setiap elemen sistem SDM
Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui setiap fungsi SDM mulai dari tingkat makro dan menekankan pada orientasi kinerja pada setiap aktivitas. Contoh :
· Berapa banyak kandidat yang berkualitas sangat baik yang direkrut untuk setiap strategi penerimaan karyawan baru?
· Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk training bagi karyawan setiap tahunnya?
· Bagaimana proporsi merit pay ditentukan oleh PA Formal?
· Apa perbedaan dalam pemberian merit pay di antara karyawan yang berkinerja tinggi dan berkinerja rendah? Dan sebagainya.
3. Mengukur HR System Alignment
Berarti menilai sejauh mana sistem SDM memenuhi kebutuhan implementasi strategi perusahaan atau disebut kesejajaran eksternal (external alignment). Sedangkan yang dimaksud dengan kesejajaran internal (internal alignment) adalah bagaimana setiap elemen dapat bekerja bersama dan tidak mengalami konflik. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan pengukuran kesejajaran internal, karena bila sistem SDM sudah fokus pada impelementasi strategi (kesejajaran eksternal) atau dapat mengelola kesejajaran eksternal, maka ketidaksejajaran internal cenderung tidak terjadi. Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai bila pengukuran untuk suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi SDM. Pemilihan pengukuran kesejajaran (alignment) yang tepat akan membantu memahami HR Deliverable mana yang dibutuhkan untuk menciptakan value dalam organisasi, yang juga sebaliknya menentukan elemen sistem SDM (leading indicator) yang harus saling di-reinforce untuk menghasilkan HR Deliverable. Pengukuran kesejajaran tertentu akan dihubungkan secara langsung dengan Deliverable tertentu dalam scorecard.
Menghubungkan kedua hal tersebut menekankan pada hubungan sebab akibat yang diperlukan untuk mendukung kontribusi SDM bagi kinerja perusahaan. Untuk menseleksi pengukuran kesejajaran yang tepat harus memfokuskan pada elemen-elemen pada sistem SDM yang memiliki kontribusi signifikan pada HR Deliverable tertentu. Dalam hal ini akan berbeda bagi masing-masing perusahaan. Identifikasi pengukuran ini memerlukan kombinasi pemahaman profesional SDM dengan pengetahuan tentang penciptaan value dalam perusahaan. Proses pengukuran kesejajaran merupakan proses ‘top down’ (berdasarkan peta strategi), yang akan dapat mengidentifikasi HR Deliverable dan sebaliknya akan menentukan elemen tertentu dari sistem SDM yang membutuhkan kejajaran (tidak ada standar pasti). Seperti pengukuran HPWS, pengukuran eksternal HR system alignment di rancang untuk penggunaan dalam Departemen SDM.
4. HR Efficiency
HR Efficiency merefleksikan pada bagaimana fungsi SDM dapat membantu perusahaan untuk mencapai kompetensi yang dibutuhkan dengan cara biaya yang efektif. Bukan berarti SDM harus meminimalkan biaya tanpa memperhatikan hasil atau outcome, tetapi lebih pada merefleksikan keseimbangan (balance).
Pengukuran HR Efficiency terdiri dari dua jenis kategori :
a. Pengukuran efesiensi inti (core effeciency) yang mempresentasikan pengeluaran SDM yang sigibifikan yang tidak memilki kontribusi langsung dengan impelementasi strategi perusahaan, terdiri dari :
- biaya manfaat (benefit cost) sebagai suatu persentasu dari penggajian
- biaya kesejahteraan (worker compensation) per karyawan
- persentase pemasukan yang tepat pada sistem informasi SDM
b. Pengukuran efisiensi strategik (strategic efficiency) mengukur efisiensi kegiatan dan proses SDM yang dirancang untuk menghasilkan HR Deliverable tersebut, terdiri dari
- Biaya perorang yang dipekerjakan
- Biaya per jam pelatihan
- Pengeluaran SDM bagi karyawan
5. HR Deliverable
Untuk mengintegrasikan SDM ke dalam sistem pengukuran kinerja bisnis, manajer harus mengidentifikasi hal yang menghubungkan antara SDM dan rencana-rencana implementasi strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan “Strategic HR deliverable” yang merupakan outcome dari arsitektur SDM yang akan melaksanakan strategi perusahaan. Hal ini bertentangan dengan HR Doables yang memfokuskan pada efisiensi SDM dan jumlah kegiatan.
HR Deliverable terdiri dari :
a. HR Performance Driver. Kapabilitas atau aset yang berhubungan dengan orang (core people-related), misalnya berupa produktivitas karyawan dan kepuasan kerja,
b. Enabler Performance driver. Memperkuat Performance driver, misalnya berupa perubahan dalam struktur reward memungkinkan adanya pencegahan daripada reaktif. Atau bila suatu perusahaan mengidentifikasi produktivitas karyawan sebagai inti performance driver, maka dengan melatih ketrampilan ulang (re-skilling) dapat menajdi Enabler Performance Driver.
Jadi sebaiknya perusahaan memfokuskan pada dua hal diatas secara seimbang. Misalnya daripada hanya memikirkan SDM yang memfokuskan pada hal-hal enabler bagi SDM dalam organisasi , tetapi juga memikirkan bagaimana suatu Enabler SDM tertentu dapat memperkuat Performance Driver dalam hal operasional, pelanggan (customer) dan segmen finansial di perusahaan (non-SDM).
HR Deliverable adalah kontribusi penting dalam human capital untuk mengimplementasikan strategi perusahaan. Dalam hal ini secara strategik memfokuskan pada tingkah laku karyawan, seperti rendahnya turn over.
Pengukuran HR Deliverable membantu untuk mengidentifikasikan hubungan kausal yang unik di mana sistem SDM menciptakan value dalam perusahaan. Pemilihan pengukuran HR Deliverable yang tepat tergantung pada peran di mana SDM akan ditampilkan pada implementasi strategi. HR Deliverable dapat saja berupa kapabilitas organisasi. Kapabilitas tersebut akan mengkombinasikan kompetensi individual dengan sistem organisasi yang menambah value melalui rantai nilai perusahaan.
Pendekatan lain adalah dengan memfokuskan pada pemahaman kapabilitas hubungan dengan orang (people-related capabilities) seperti leadership dan fleksibilitas organisasi. Karena hal ini mudah untuk dibayangkan bahwa kapabilitas itu dapat mempengaruhi kesuksesan organisasi secara umum.
Sebaliknya dengan menggunakan model 7 langkah, pengukuran kontribusi SDM tidak memerlukan lompatan (leap) langsung antara HR Deliverable dan kinerja perusahaan. Di samping ada logika kausal antara SDM dan hal lain diluar outcome SDM (misal : cycle time R&D di perusahaan Hitech). Karena itu, maka pengukuran HR Deliverable sebaiknya memfokuskan pada HR Performance Driver dan HR Enabler daripada potensi kapabilitas perusahaan. Pengukuran ini mewakili dimensi human capital dari performance driver yang berlainan dalam peta strategi perusahaan.
Idealnya HR Deliverable dalam HR scorecard akan memasukkan beberapa pengukuran pengaruh strategik dari HR Deliverable yang sudah didefinisikan. Hal ini juga termasuk memperkirakan hubungan antara tiap HR Deliverable dengan Performance Driver individual dalam Peta strategi. Jadi dapat menghubungkan pengaruh Deliverable melalui Performance Driver dan selanjutnya pada kinerja perusahaan. Contoh : pengukuran Performance Driver :
- Akses ke informasi bisnis untuk mempercepat pembuatan keputusan
- Efektivitas berbagi informasi di antara departemen
- Efektivitas proses PA untuk menghadapi kinerja yang buruk, dan sebagainya.
Penutup
HR Scorecard merupakan suatu pendekatan baru dalam pengukuran kinerja SDM dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Model pengukuran ini sangat penting bagi manajer SDM untuk menghadapi tantangan di masa depan, mengingat lingkungan yang selalu berubah.
Setelah mempelajari HR scorecard diharapkan akan memberikan manfaat bagi profesi SDM dalam memahami perbedaan antara HR Doables (kinerja SDM yang tidak mempengaruhi implementasi strategi perusahaan) dengan HR Deliverable (kinerja SDM yang mempengaruhi implementasi strategi perusahaan). Disamping itu, dapat mengetahui dan mengukur leading indicator dan lagging indicator dimana model SDM yang sterategik memberi kontribusi yang menghubungkan keputusan SDM dan sistem SDM dengan HR Deliverable dan selanjutnya mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strategi. Dan yang terpenting adalah para profesional SDM dapat secara efektif mengelola tanggung jawab yang strategik, yaitu ke fokus pada pegambilan keputusan yang tepat yang akhirnya mempengaruhi implementasi strategi organisasi.
Bagi organisasi, dengan pengukuran ini dapat membantu dalam hal mengontrol biaya penciptaan nilai (value) perusahaan, menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi serta mendukung adanya perubahan (change) dan fleksibelitas organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar