“Tulisan ini mencoba memberikan kerangka pikir bagi manajemen SDM pada berbagai bentuk organisasi yang akan kita hadapi di masa yang akan datang. Arti penting manajemen SDM pada dekade yang akan datang mendorong kita untuk mencari solusi yang telah terbukti efektivitasnya ketimbang bereksperimen dengan ide-ide baru yang belum jelas dan teruji”
Beberapa organisasi di negara maju telah menunjukkan keberhasilan dengan menggunakan praktek pengelolaan SDM yang efektif melalui cara peningkatan keterampilan dan keahlian SDM organisasi. Beberapa praktek yang telah dikembangkan lembaga konsultan seperti HAY di Eropa adalah :
¨ Mengidentifikasi Skill dan kualitas SDM yang serasi dengan tuntutan lingkungan;
¨ Memilih SDM yang memiliki kinerja tinggi dan potensial;
¨ Berusaha memenuhi kebutuhan organisasi dan individu;
¨ Menilai kinerja dan keahlian SDM;
¨ Memberi kompensasi yang memadai kepada tenaga yang terampil dan memiliki keahlian;
¨ Membangun lingkungan kerja yang baik;
¨ Meningkatkan motivasi untuk perbaikan kinerja.
Praktek pengelolaan SDM tersebut menunjukkan bahwa dunia kerja masa kini dan yang akan datang telah mengalami perubahan. Peran SDM dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan SDM menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu nilai-nilai (values) baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organisasi.
Organisasi Masa Depan
Organisasi di masa depan akan cenderung berbentuk datar (flat) dan ramping (lean). Bentuk organisasi tradisionil yang hirarkis akan digantikan dengan bentuk jaringan (network) yang lebih memberdayakan kerjasama kelompok. Melalui organisasi yang demikian setiap individu akan memiliki informasi dengan mudah sehingga tidak selalu hanya terletak pada pimpinan organisasi. Pengembangan karir akan lebih didasarkan kepada berbagai bentuk tugas-tugas ketimbang urutan (sequence) posisi jabatan bagaikan urutan tangga-tangga ke arah yang lebih tinggi.
Dalam konteks ini, individu akan bekerja pada organisasi kluster di mana individu tidak lagi terikat secara kaku dengan tingkatan management yang hirarkis. Organisasi yang bersifat kluster tersebut memberikan kebebasan untuk mencapai yang diberikan pada unit tersebut. Agar organisasi yang demikian berhasil ada 4 (empat) kondisi yang dibutuhkan organisasi, yaitu :
¨ Mission
¨ Kompetensi
¨ Informasi
¨ Budaya
Kejelasan misi organisasi merupakan prasyarat bagi keberhasilan suatu organisasi dalam bentuk apapun. Aspek kompetensi menunjukkan bahwa perhatian organisasi lebih difokuskan kepada kompetensi SDM. Jika kita menggunakan SDM sebagai faktor penentu organisasi, maka kompetensi menjadi aspek yang menentukan keberhasilan organisasi.
Apabila kerja tim dalam organisasi kluster mereka memiliki kebebasan atau otonomi untuk menentukan seberapa baik mereka mencapai misi, tidak diberikan akses informasi maka organisasi tersebut akan kembali pada bentuk organisasi klasik. Organisasi kluster akan menggantungkan keberhasilannya kepada kemauan SDM untuk lebih bertanggung jawab kepada tugas yang didelegasikan kepada kluster mereka masing-masing. Tanggung jawab tersebut membutuhkan keberanian mengambil resiko dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang diambil tanpa menyerahkan tanggung jawab kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Sejarah dan definisi Kompetensi
Konsep kompetensi sebenarnya bukan sesuatu yang baru, Menurut Organisasi Industri Psikologi Amerika gerakan tentang kompetensi telah dimulai pada tahun 1960 dan awal 1970.
Menurut gerakan tersebut banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa hasil test sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di sekolah dan diploma tidak dapat memprediksi kinerja atau keberhasilan dalam kehidupan. Unsur tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas, wanita dan orang yang berasal dari strata sosio ekonomi yang rendah.
Temuan tersebut telah mendorong dilakukan peneletian terhadap variabel kompetensi yang diduga memprediksi kinerja individu dan tidak bias dikarenakan faktor rasial, jender dan sosio ekonomi. Oleh sebab itu beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah :
¨ Membandingkan individu yang secara jelas berhasil di dalam pekerjaannya dengan individu yang tidak berhasil. Melalui cara ini perlu diidentifikasikan karakterisik yang berkaitan dengan keberhasilan tersebut.
¨ Mengidentifikasikan pola pikir dan prilaku individu yang berhasil. Pengukuran kompetensi harus menyangkut reaksi individu terhadap situasi yang terbuka ketimbang menggantungkan kepada pengukuran responden seperti test “multiple choice” (pilihan ganda) yang meminta individu memilih alternatif jawaban. Prediktor yang terbaik atas apa yang dapat dilakukan oleh seseorang adalah mengetahui apa yang dipikirkan individu secara spontan dalam situasi yang tidak terstruktur.
Tantangan yang harus dijawab atas permasalahan tersebut adalah jika cara tradisional menggunakan pengukuran sikap tidak dapat memprediksi kinerja, lalu apa yang dapat dilakukan.
Menurut Mc.Clelland’s yang harus dilakukan adalah :
Pertama, mencari individu yang memiliki kinerja tinggi, dan membandingkannya dengan individu berkinerja rendah.
Kedua, Mc.Clelland’s dan Dailey dalam mengembangkan teknik Behavioral Event Interview (BEI) yang menggabungkan teknik seleksi sebelumnya (critical incident method) dalam teknik yang baru. Flenagan lebih tertarik untuk mengidentifikasikan unsur tugas dalam pekerjaan, sementara Mc.Clelland lebih tertarik kepada karakteristik SDM yang melakukan pekerjaan dengan baik. Teknik BEI meminta individu-individu untuk memikirkan beberapa aspek penting atas keadaan yang berkaitan dengan pekerjaannya sehingga menimbulkan hasil yang baik atau buruk. Kemudian keadaan tersebut diuraikan secara rinci sehingga menjawab pertanyaan sebagai berikut :
¨ What led up to the situation
¨ Who was involved
¨ What did you think about feel, want to have happen in the situation
¨ What did you do
¨ What was the outcome
Ketiga, Mc.Clelland’s menganalisis transkrip BEI atas informasi tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan para pimpinan untuk mengidentifikasi karakteristik yang membedakan kedua sampel tersebut. Analisis biasanya lebih ditekankan kepada prilaku yang menunjukkan kinerja yang tinggi ketimbang yang rata-rata. Perbedaan perbedaan tersebut diterjemahkan kedalam tujuan dan difinisi sistem skoring yang dapat dipercaya oleh masing-masing pengamat.
Transkrip BEI diberikan skor menurut definisi tersebut dengan menggunakan Content Analysis of Verbal Expression (CAVE) untuk mengukur motivasi. Melalui CAVE para peneliti dapat menghitung dan mengetes perbedaan secara statistik atas karakteristik yang ditunjukkan oleh para individu yang berkinerja tinggi dan rendah dalam berbagai pekerjaan dan jabatan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua jenis kompetensi yang bersifat non-akademik seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovatif,management skills,kecepatan mempelajari jaringan kerja, dan sebagainya berhasil memprediksi kinerja individu dalam pekerjaannya dan tidak berbeda secara signifikan bila ditinjau dari aspek ras,jender dan sosio ekonomi status.
Adapun esensi dari teori Mc.Clelland tentang pendekatan penilaian kompetensi terhadap Job Analysis bahwa penelitiannya lebih menekankan kepada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan berkinerja baik, dan mendifinisikan job berdasarkan karakteristik dan prilaku orang-orang tersebut, ketimbang menggunakan pendekatan tradisionil dengan menganalisis unsur yang ada dalam job tersebut.
Misalnya, kebanyakan “Manajerial Jobs” lebih memfokuskan kepada perencanaan dan pengorganisasian, sehingga pertanyaan yang menarik adalah apa yang menyebabkan seseorang dapat merencanakan dan mengorganisasikan secara baik dan efisien (what leads a person to plan and organize well or effciently). Penelitian tentang kompetensi menunjukkan bahwa ada 2 (dua) yang mendasari kompetensi yang berkaitan dengan perencanaan dan pengoroganisasian yaitu : Motivasi dan berfikir analitik.
Apa yang dimaksud dengan Kompetensi?
Kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (an underlying characteristic’s of individual which is causally related to criterion-referenced effective and or superior performance in a job or situation). Spencer&Spencer 1993
Berdasarkan difinisi tersebut bahwa kata “underlying characteristic’s” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta prilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi prilaku dan kinerja.
Sedangkan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Misalnya, kriteria volume penjualan yang mampu dihasilkan oleh seseorang tenaga sales.
Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata. Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan SDM. Menurut Spencer (1993) dan Mitrani et.al (1992) terdapat 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu :
¨ “Motives” adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer (1993) dan Mitrani et.al (1992) menambahkan bahwa Motives adalah drive,direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others.
Misalnya: orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya, dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan “feedback” untuk memperbaiki dirinya.
¨ “Traits” adalah watak yang membuat orang untuk berprilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri (Self- confidence), kontrol diri (self control), stress resistance, atau hardiness (ketabahan/daya tahan).
¨ “Self Concept” adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. Seseorang yang dinilai menjadi “leader” seyogyanya memiliki prilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability.
¨ “Knowledge” adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (Knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atau tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja SDM karena skor tersebut tidak berhasl mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
¨ “Skills” adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara pisik maupun mental. Misalnya, seorang dokter gigi secara pisik mempunyai keahlian untuk mencabut dan menambal gigi tanpa harus merusak syaraf. Selain itu kemampuan seorang programer komputer untuk mengorganisirkan 50.000 kode dalam logika yang sekuensial.
Tingkat kompetensi mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan SDM (human resource planning). Gambar 1 memberikan gambaran bahwa kompetensi pengetahuan (Knowledge Competencies) dan keahlian (skill competencies) cenderung lebih nyata (visible) dan relatip berada di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia.
Visible
Attitude Values
Hidden
Attitude Values |
Knowledge
Gambar 1. Central and Surface Competencies
Lingkungan
Sedangkan Self Concept (konsep diri), trait (watak/sifat) dan motif kompetensi lebih tersembunyi (hidden), dalam (deeper) dan berada pada titik central kepribadian seseorang (Spencer&Spencer 1993).
Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif lebih mudah untuk dikembangkan sehingga program pelatihan merupakan cara yang baik untuk menjamin tingkat kemampuan SDM. Sedangkan motif kompetensi dan “trait” berada pada “personality iceberg” sehingga cukup sulit untuk dinilai dan dikembangkan sehingga salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi.
Adapun konsep diri (Self Concept) terletak diantara keduanya, sedangkan sikap dan nilai (Values) seperti percaya diri “self confidence” dapat dirubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.
Hubungan Sebab Akibat
Menurut gambar 2 bahwa kompetensi yang terdiri dari “motive, traits dan self-concept” diharapkan dapat memprediksi tindakan perilaku seseorang sehingga pada akhirnya dapat memprediksi kinerja seseorang.
Kompetensi selalu mengandung maksud dan tujuan, yang merupakan dorongan motif atau trait yang menyebabkan suatu tindakan untuk memperoleh hasil. Misalnya kompetensi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) tanpa kecuali termasuk juga kompetensi motif, trait dan konsep diri, yang mendorong digunakannya pengetahuan dan keahlian itu sendiri.
Prilaku tanpa maksud dan tujuan tidak bisa didefinisikan sebagai kompetensi. Sebagai contoh pihak manajemen berjalan-jalan dilingkungan kantor, tanpa mengetahui mengapa manajer berjalan dilingkungan kantor, anda tidak dapat mengetahui, kompetensi apa yang sedang diperhatikan manajemen. Maksud dan tujuan manajer berjalan-jalan dilingkungan kantor tersebut dapat diasumsikan mungkin karena bosan, melemaskan kaki, atau memantau suatu pekerjaan.
Pada alur model diatas dapat digunakan untuk analisis “risk assesment” (Spencer&Spencer,1993). Misalnya, jika kita lihat arah pada gambar tersebut bahwa organisasi yang tidak memilih,mengembangkan dan menciptakan motivasi kompetensi para karyawannya, jangan harap terjadi perbaikan dalam produktivitas, profitabilitas dan kualitas terhadap suatu produk dan jasa.
Gambar 2. Competency Causal Flow Model
Intent Action Outcome
Motive Skill
Trait
Self- Concept
Knowledge
Example : Achievement Motivation
Quality,Productivity, sales,Earning
Calculated Risk Taking Innovation
“Doing better” competition
with standard of Exellence
unique accomplishment
New Product, service
And Processes
Katagori Kompetensi
Menurut Spencer&Spencer (1993) bahwa kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu : “threshold” dan “differentiating” menurut kriteria yang digunakan memprediksi kinerja suatu pekerjaan.
Threshold competencies adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata kompetensi “threshold” untuk seorang sales adalah pengetahuan tentang produk atau kemampuannya untuk mengisi formulir.
Differentiating competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya, seseorang yang memiliki orientasi motivasi biasanya yang diperhatikan pada penetapan tujuan yang melebihi apa yang ditetapkan organisasi. Kompetensi seorang sales yang bermotivasi tinggi dapat menetapkan target yang jauh lebih ketimbang yang kinerjanya pada tingkat rata-rata.
Model Kompetensi dan pendekatan yang terintegrasi dalam MSDM
Pada bagian ini akan dibahas tentang bagaimana model kompetensi dikaitkan dengan strategi manajemen SDM. Pada gambar 3 dibawah ini disajikan unsur-unsur yang terintegrasi dalam fungsi manajemen SDM dan model kompetensi.
Gambar 3. Integrated HRM Around a clear Understanding of core Competencies
¨ Recruitment dan Seleksi
Sistim rekrutmen yang berbasis kompetensi biasanya memusatkan pada metode seleksi yang dapat digunakan untuk memilih sejumlah calon dari populasi pelamar yang cukup besar secara cepat dan efisien.
Seleksi dalam proses rekrutmen memerlukan tantangan yang khusus, seperti menseleksi dari sejumlah pelamar dalam kurun waktu yang pendek. Oleh karena itu sistem rekrutmen yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha mengidentifikasi 3 atau 5 kompetensi yang memenuhi kriteria seperti :
1. Kompetensi yang telah dikembangkan dan diperlihatkan oleh pelamar dalam suatu pekerjaan (misalnya : inisiatif)
2. Kompetensi yang dapat memprediksi prospek keberhasilan calon pegawai jangka panjang dan kompetensi tersebut sulit dikembangkan melalui pelatihan atau pengalaman kerja (misalnya : motivasi berprestasi)
3. Kompetensi yang dapat dipercaya dengan menggunakan wawancara perilaku yang singkat dan tertentu. Misalnya, jika kolaborasi tim leadership merupakan kompetensi yang diinginkan, para pewawancara dapat meminta calon menunjukkan kompetensi tersebut.
¨ Penempatan dan rencana suksesi
Penempatan dan rencana suksesi berbasis kompetensi memusatkan kepada usaha identifikasi calon yang dapat memberikan nilai tambah pada suatu pekerjaan organisasi. Oleh karena itu, sistem seleksi dan penempatan harus menekankan kepada identifikasi kompetensi yang paling dibutuhkan bagi kepentingan suatu pekerjaaan tertentu. Usaha yang dilakukan adalah menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi tentang calon sehingga dapat ditentukan apakah calon memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
Metode penilaian atas calon yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara perilaku (behavioral even review) tes, simulasi lewat assesment centers, menelaah laporan evaluasi kinerja atas penilaian atas, teman sejawat dan bawahan. Calon pegawai direkomendasikan untuk promosi atau ditetapkan pada suatu pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor berdasarkan kriteria kompetensi.
¨ Pengembangan karir
Kebutuhan kompetensi untuk pengembangan dan jalur karier akan menentukan dasar untuk pengembangan karyawan. Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya. Beberapa pilihan pengembangan kompetensi termasuk pengalaman “assesment centre”, lembaga-lembaga training, pemberian tugas-tugas pengembangan, mentor dan sebagainya. Misalnya, jika si A dinilai lemah dalam keterampilan dalam keahlian tertentu, ia dapat ditawarkan penugasan pengembangan dengan cara bekerja membantu manajer seniornya yang dikenal kehebatannya. Melalui cara ini karyawan dapat memperoleh pengetahuan dan cara kerja yang lebih baik untuk memperbaiki dirinya.
Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process) telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi :
· Recognition; suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat belajar dari pengalaman simulasi tersebut.
· Understanding; instruksi khusus termasuk modelling perilaku tentang apa itu kompetensi dan bagaimana penerapan kompetensi tersebut.
· Assessment; umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta (membandingkan skor peserta). Cara ini dapat memotivasi peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya gap antara kinerja yang aktual dan kinerja yang ideal.
· Feedback; suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekkan kompetensi dan memperoleh umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
· Job Application; peserta menetapkan tujuan dan mengembangkan tindakan yang spesifik agar dapat menggunakan kompetensi didalam kehidupan nyata.
Kompensasi untuk Kompetensi dan Manajemen Kinerja.
Sistem manajemen kinerja berbasis kompetensi dikembangkan dari standar dan hasil kinerja tradisional. Sistem tersebut mengukur perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tugas-tugas pekerjaan tertentu dan memenuhi tanggung jawab suatu jenis pekerjaan berdasarkan kompetensi yang dapat diperlihatkan oleh seseorang yang berkinerja tinggi dan rendah.
Efektifitas evaluasi kinerja tergantung pada ketepatan penggunaan masing-masing bentuk data yang ditentukan sebagai sasaran suatu sistem dan tingkat pengawasan atas kinerja karyawan untuk masing-masing variabel yang dinilai. Data hasil kinerja biasanya digunakan untuk keputusan pemberian “reward“. Jika karyawan mempunyai pengawasan yang bersifat individual atas hasil suatu pekerjaan (misalnya, dalam kerja tim), maka reward hanya akan didasarkan atas hasil tersebut. Hasil pekerjaan tersebut tentunya dapat mengakibatkan demotivasi bagi individu yang berkinerja tinggi. Dalam hal ini beberapa porsi “reward“ harus didasarkan atas “job behavior” . Data job behavior biasanya digunakan untuk keputusan pengembangan skill individu. Misalnya, bagaimana evaluasi terhadap kinerja manajer X menunjukkan adanya kelemahan dalam kepemimpinan kelompok, maka orang tersebut dapat diasarankan untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan untuk mengembangkan keahliannya. Sistem kompensasi yang didasarkan pada keahlian juga secara eksplisit mengkaitkan reward terhadap pengembangan keahlian. Cara ini sangat tepat untuk dilakukan apabila karyawan tidak memiliki kontrol terhadap hasil-hasil kinerjanya.
Beberapa Kompetensi yang dibutuhkan untuk masa depan.
Apa yang dapat kita katakan atau perkirakan mengenai kompetensi yang mungkin dibutuhkan untuk memenuhi tantangan baru dimasa depan dan bentuk-bentuk organisasi baru yang akan dapat kita hadapi?.
Dari pemikiran para ahli dapat diidentifikasi beberapa pokok pikiran tentang kualitas yang perlu dimiliki orang pada tingkat eksekutif, manajer dan karyawan.
Tingkat Eksekutif
Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi tentang :
1. Strategic Thingking : Adalah kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat,melihat peluang pasar,ancaman,kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasikan “strategic response” secara optimum.
2. Change Leadership : adalah kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dapat ditransformasikan kepada pegawai. Pemahaman atas visi organisasi oleh para karyawan akan mengakibatkan motivasi dan komitmen sehingga karyawandapat bertindak sebagai sponsor inovasi dan “enterpreneurship” terutama dalam mengalokasikan sumber daya organisasi sebaik mungkin untuk menuju kepada proses perubahan.
3. Relation Management.: adalah kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan dengan negara lain. Kerjasama dengan negara lain sangat dibutuhkan bagi keberhasilan organisasi.
Tingkat Manajer
Pada tingkat manajer, paling tidak diperlukan aspek-aspek kompetensi seperti :
1. Fleksibilitas : adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial.
2. Change implementation : apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektifitas pelaksanaan tugas organisasi.
3. Interpersonal understanding : adalah kemampuan untuk memahami nilai dari berbagai tipe manusia
4. Empowerment : adalah kemampuan berbagi informasi, penyampaian ide-ide oleh bawahan, mengembangkan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab, memberikan saran umpan balik, menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan memberikan reward bagi peningkatan kinerja. Kesemua faktor-faktor tersebut membuat karyawan merasa termotivasi dan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
5. Team Facilitation : adalah kemampuan untuk menyatukan orang untuk bekerja sama secara efektif dalam mencapai tujuan bersama; termasuk dalam hal ini adalah memberikan kesempatan setiap orang untuk bertisipasi dan mengatasi konflik.
6. Portability : adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berfungsi secara efektif dengan lingkungan luar negeri sehingga manajer harus “portable” terhadap posisi-posisi yang ada di negara manapun.
Tingkat Karyawan
Pada tingkat karyawan diperlukan kualitas kompetensi seperti :
1. Fleksibelitas : adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman
2. Menggunakan dan mencari Informas,i motivasi dan kemampuan untuk belajar : adalah kompetensi tentang antusiasme untuk mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan interpersonal.
3. Motivasi berprestasi : adalah kemampuan untuk mendorong inovasi; perbaikan berkelanjutan dalam kualitas dan produktivitas yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan kompetensi.
4. Motivasi kerja di bawah tekanan waktu merupakan kombinasi fleksibilitas,motovasi berprestasi,menahan stress dan komitmen organisasi yang membuat individu bekerja dengan baik dibawah permintaan produk-produk baru walaupun dalam waktu yang terbatas.
5. Kolaborasi : adalah kemampuan bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang multi disiplin; menaruh harapan positif kepada orang lain, pemahaman interpersonal dan komitmen organisasi.
6. Orientasi pelayanan kepada pelanggan : adalah keinginan yang besar untuk melayani pelanggan dengan baik; dan inisiatif untuk mengatasi hambatan-hambatan di dalam organisasi agar dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pelanggan.
Penutup
Tulisan ini mencoba menggunakan kerangka pikir bagi manajemen SDM pada berbagai bentuk organisasi yang akan kita hadapi di masa yang akan datang. Arti penting manajemen SDM pada dekade yang akan datang mendorong kita untuk mencari solusi yang telah terbukti efektivitasnya ketimbang bereksperimen dengan ide-ide baru yang belum jelas dan teruji.
Argumentasi lain dengan digunakan konsep yang telah diuraikan sebelumnya didasarkan atas pemikiran konsep ini bersifat universal. Konsep tersebut lebih bersifat alat yang “straightforward” untuk melihat suatu pekerjaan dan peran yang dimainkan seseorang dalam organisasi. Bila konsep tersebut kita letakkan ditengah manajemen SDM dan digunakan sehari-hari dalam diskusi kita tentang manusia, maka deskripsi yang jelas dari perilaku tersebut menjadi bagian dari budaya kerja dan budaya organisasi kita. Seperti dikatakan dalam tulisan ini yang terdahulu bahwa faktor kunci keberhasilan bagi suatu oraganisasi yang ada adalah : Mission,Competence,Information dan Culture.
Kesimpulan yang dapat diambil lainnya bahwa manajemen SDM yang berbasis kompetensi dapat membantu memenuhi 3 dari 4 persyaratan yaitu menyakinkan bahwa organisasi memiliki manajer yang dapat menunjukkan kepemimpinan yang tepat; karyawan mengetahui apa yang akan dilakukan untuk semua informasi yang diterima dan kompetensi yang dibutuhkan untuk keberhasilan perusahaan.
Pemikiran bahwa kompetensi menjadi wahana untuk komunikasi tentang nilai (values) dalam organisasi mendorong kita untuk sampai pada kesimpulan bahwa pendekatan ini bermanfaat untuk manajemen SDM khususnya untuk merealisasikan budaya organisasi yang menghargai inisiatif, dan berani mengambil resiko.
Karakteristik kompetensi dan keterkaitan penerapannya dengan seleksi, perencanaan suksesi,pengembangan,sistem penghargaan dan manajemen kinerja sangat membantu keberhasilan organisasi dan individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar