Sabtu, 20 Agustus 2022

 

Loyalitas

Penetapan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, sebagai tersangka kasus pembunuhan Brigadir J merupakan babak baru pengungkapan misteri kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat, dengan demikian sudah ada 5 tersangka yang ditetapkan oleh POLRI selain itu juga direkomendasikan ada 35 orang untuk dikurung ditempat khusus. Apakah jumlah tersangka akan bertambah lagi, jika melihat rekomendasi itu maka kemungkinan untuk bertambah sangat besar. Melihat demikian banyaknya yang terlibat dengan pangkat yang beragam mulai dari jenderal hingga yang terendah Bharada, disisi lain mereka mempunyai peran yang berbeda dan yang terlibat langsung dengan menembak sampai dengan dugaan melakukan tindak pidana yaitu obstruction of justice menghalangi penyidikan. Hal ini mengindikasikan begitu kuatnya pengaruh seorang Ferdy Sambo sebagai seorang atasan atau pimpinan, sementara begitu loyalnya para bawahan sehingga mau melakukan tindakan brutal terhadap sejawatnya sendiri. Dari uraian diatas penulis hanya menggaris bawahi atau tertarik mengenai loyalitas para bawahan dalam hal ini kepada atasan atau pimpinan mereka. Loyalitas memang diperlukan sebagai sebuah kompetensi dalam menduduki satu jabatan pada institusi atau perusahaan namun tolok ukur bentuk loyal itu sendiri sulit diidentifikasi untuk pengukurannya.Karena tidak adanya tolok ukur yang jelas maka sebuah perintah dari atasan harus dilaksanakan karena akan dijadikan keberhasilan seorang bawahan menjadi loyal atau tidak, kasus diatas merupakan indikator kalau mau disebut loyal harus ikut perintah atasan walaupun untuk itu harus melanggar aturan dan beresiko apalagi sampai merugikan orang lain atau jika bawahan tidak mau menuruti perintah atasan maka akan kehilangan kesempatan atau tidak akan menikmati manfaat apa-apa dikemudian hari.

Ada 2 contoh yang berkaitan dengan loyalitas ini, contoh pertama adalah yang saat ini sedang viral mengenai seorang Ganjar Pranowo dengan hasil survey untuk capres 2024 dinilai paling berpeluang untuk menjadi pengganti Pak Jokowi, namun sampai saat ini belum ada sinyal dari partainya bahwa beliau akan dicalonkan namun sampai juga saat ini beliau tetap akan loyal pada perintah ketua partai. Itu artinya apabila nantinya tidak dicalonkan maka akan kehilangan kesempatannya. Contoh yang kedua adalah LB Moerdani, yang diangkat menjadi Panglima ABRI atau yang sekarang disebut Panglima TNI oleh Presiden Suharto, beliau sangat loyal kepada pak Harto, ada kalimat beliau “ jika ada yang mau mengganti Presiden Suharto secara Inkonstitusional langkahi dulu mayat saya”.Pada saat itulah Indonesia dengan kekuatan militernya sangat disegani oleh Negara-negara tetangga. LB Moerdani juga dengan berani menyarankan kepada pak Harto agar anak-anaknya tidak terlalu berlebihan dalam melakukan bisnis, tentu saja saran itu membuat Pak Harto marah,  sebuah awal meredupnya kekuatan LB Moerdani sebagai Panglima ABRI yang kemudian diganti oleh Jenderal Faisal Tanjung. Itu Artinya seorang atasan punya kewenangan atau otoritasnya untuk mengganti posisi bawahan yang mungkin dianggap tidak loyal.

Bagaimana dengan pegawai atau karyawan yang bekerja pada sebuah perusahaan, apakah mereka dituntut untuk loyal kepada atasan mereka atau juga kepada perusahaan, bahwa banyak perusahaan mengharapkan para pegawai atau karyawannya untuk loyal namun kembali lagi tolok ukur seseorang itu loyal atau tidak itu juga tidak jelas, sehingga ada perusahaan tidak menggunakan loyalitas sebagai kompetensi dalam menduduki satu jabatan atau posisi dalam organisasinya. Sebenarnya pada era saat ini loyalitas kepada perusahaan sudah tidak relevan lagi karena banyak tenaga kerja yang memilih untuk loyal kepada keahlian atau profesinya sehingga perusahaan harus siap ditinggalkan apabila tenaga kerja ini merasa situasi dan kondisi perusahaan tidak mendukung apa yang mereka inginkan atau bayangkan sebelumnya. Tidak ada yang benar atau salah mengenai loyalitas karena itu menjadi sebuah pilihan kalau kita mau loyal terhadap atasan maka loyalitas kita harus mengedepankan dan menyesuaikan dengan perundangan dan peraturan maupun norma yang berlaku dan jangan sampai merugikan orang lain, demikian juga ketika kita ingin loyal dengan keahlian atau profesi kita maka kedepankan juga etika dan moral dan peraturan yang berlaku.

 

Bertahan atau mati

Beberapa waktu yang lalu, penulis dikontak seorang kawan lama yang hampir 15 tahun tidak bertemu, dan kawan itu dulu adalah karyawan di sebuah perusahaan sebagai tenaga pengelola keuangan perusahaan. Pekerjanan atau tugas yang diembannya sangat cocok dengan kompetensi yang dimilikinya yaitu lulusan fakultas ekonomi dari sebuah perguruan tinggi di Bandung namun ketika kontak beliau mengatakan bahwa saat ini diberi tanggung jawab untuk mengelola SDM Perusahaan, sesuatu yang menurut beliau seperti masuk dunia yang “gelap” hal itu dikarenakan pengetahuannya sangat awam dibidang ini. Karena diberi tugas dan tanggung jawab oleh perusahaan maka sebagai bentuk loyalitas kepada perusahaan beliau menerima dan secepatnya mempelajari dengan mulai mengumpulkan referensi mengenai pengelolaan SDM Perusahaan termasuk ingin berdiskusi dengan penulis, tentu hal seperti ini penulis sambut dengan tangan terbuka dan siap membantu beliau.

Dalam diskusi dengan beliau, penulis melihat semangat yang tinggi untuk belajar mengenai pengelolaan SDM Perusahaan namun disisi lain ada hal yang tentu akan sedikit banyaknya mengganggu aktivitas beliau yaitu usia beliau yang menurut penulis sudah tidak muda lagi karena sudah memasuki usia pensiun. Penulis terlebih dahulu mendengar apa yang beliau ingin ketahui mengenai pengelolaan SDM Perusahaan karena bagi penulis akan lebih mudah memberikan pengetahuan ketika yang bersangkutan sudah mempelajari dan mengalami kesulitan dalam memahami sebuah persoalan SDM Perusahaan, juga apa  rencana kerja dan target kerjanya kedepan. Dengan demikian penulis akan memberikan pemahaman atau pengertian yang akan mempermudah beliau dalam mengimplementasikannya, selain itu penulis harus mengikuti pola atau alur pemikiran beliau dalam mengelola SDM Perusahaan dan juga memberikan saran sesuai pengalaman penulis, agar bisa berjalan dengan lancer maka penulis mempersilahkan beliau mengontak penulis melalui telepon jika mendapat permasalahan dalam mengelola SDM Perusahaan.

Jika mengamati apa yang dialami oleh kawan lama penulis, dimana pada usia yang telah memasuki masa pensiun, beliau diberi tugas yang tidak sesuai kompetensinya tentunya akan menimbulkan pertanyaan tentang apa yang melatarbelakangi perusahaan memberikan tugas kepada seorang karyawan yang akan memasuki usia pensiun pada jabatan strategis seperti itu. Ada beberapa asumsi yang timbul dalam pemikiran penulis dan ini memang juga sering dilakukan oleh managemen kepada personal tertentu , yaitu :

1.       Perusahaan memberikan tugas yang menantang bagi seorang karyawan dengan tujuan untuk melihat apakah karyawan itu dapat bertahan atau tidak atau malah menolak tugas itu, sejenis ujian dalam rangka rencana tugas selanjutnya yang akan diberikan perusahaan kepada karyawan tersebut, dimasa yang akan datang.

2.       Karena banyaknya persoalan menyangkut keuangan yang ada di dapartemen SDM maka diperlukan orang dengan kemampuan manajerial keuangan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dimaksud atau persoalan-persoalan non ke sdm an yang harus diselesaikan sehingga tidak diperlukan pengetahuan pengelolaan sdm yang tinggi.

3.       Tidak tersedianya karyawan dengan level tertentu (gaji) untuk menduduki  posisi pengelola sdm sehingga perlu diangkat karyawan yang mempunyai level sesuai persyaratan dengan tidak melihat kompetensinya namun mungkin saja lebih kepada efisiensi.

4.       Sebaliknya ada perusahaan yang mempunyai pandangan bahwa departemen sdm hanya pelengkap saja sehingga keberadaannya bukan sesuatu yang strategis,jika seperti ini maka pemberian tugas untuk mengelola SDM Perusahaan hanya karena mempersiapkan seorang karyawan memasuki masa purnakarya alias pensiun, jadi tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap perusahaan maupun kepada karyawan dimaksud.

Keempat point diatas merupakan keputusan-keputusan yang pernah dilakukan sepanjang penulis ketahui baik itu langsung melaksanakan ataupun hasil diskusi dengan rekan-rekan sesama pengelola SDM Perusahaan.

Secara personal yang mengalami hal itu, seperti juga kawan saya diatas, beliau ini sepertinya mengalami kekhawatiran tidak mampu melaksanakannya namun dilain pihak, beliau juga harus bertahan diperusahaan daripada menolak artinya lonceng kesusahan akan datang karena bisa perusahaan tidak lagi memberi kesempatan bekerja, hal ini menjadi dilema buat beliau.

 

Rutinitas atau Berubah

 Sudah cukup lama tidak menulis lagi mengenai kegiatan dalam dunia ke sdm an perusahaan, hal ini disebabkan beberapa hal, yang salah satu diantaranya mengenai berpindahnya lokasi kerja penulis. Berpindahnya lokasi kerja juga karena penulis keluar dari perusahaan dan masuk ke perusahaan lain, dalam rentang 6 tahun telah ada 4 perusahaan yang telah menggunakan tenaga penulis dalam mengelola sdm perusahaan, dengan berbagai bidang bisnis perusahaan yang berbeda, untuk itu penulis mencoba memberikan gambaran mengenai pengelolaan sdm pada perusahaan yang berbeda.

Ketika masuk dan keluar dari sebuah perusahaan kemudian masuk kembali ke Perusahaan lain, mungkin ada yang berfikir bahwa penulis merupakan “kutu loncat” ataupun nama-nama lain yang bisa membuat setiap orang berfikir secara negatif ataupun positif, jadi silahkan itu diserahkan kepada masing-masing individu atau personal. Namun terlepas dari itu, yang akan ditulis disini adalah pengalaman penulis ketika bekerja di beberapa perusahaan dengan mengambil sudut pengelolaan sdm perusahaan, ada hal yang menarik untuk disampaikan yaitu adanya kesamaan dan perbedaan atas permasalahan yang dihadapi dalam mengelola sdm di masing-masing perusahaan, mulai dari kesamaan prilaku sehari hari karyawan perusahaan dalam bekerja dan merespon setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sdm perusahaan serta reaksi yang timbul sehingga harus ditanggapinya reaksi-reaksi itu. Adanya sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi reaksi-reaksi itu tentu menjadi  permasalahan yang harus diselesaikan agar tidak menjadi awal dari permasalahan baru.

Ketika ada permasalahan yang berkaitan dengan ke sdm an, seyogyanya dengan segera para pengelola sdm perusahaan melakukan evaluasi dan mengambil keputusan yang bisa memberikan rasa adil bagi karyawan perusahaan walaupun rasa adil itu menjadi relatif dalam implementasinya. Personal yang berkecimpung dengan dunia sdm perusahaan tentunya punya pola pemecahan masalah yang berbeda dalam mengelola sdm perusahaan, perbedaan itu disebabkan dapat saja disebabkan oleh  bidang bisnis, lokasi perusahaan dan juga karakteristik karyawan yang bekerja pada perusahaan, sementara dilain pihak untuk sistem atau metode pengelolaan sdm hampir tidak banyak perbedaan untuk setiap perusahaan.

Dapat dijelaskan bahwa perbedaan bidang bisnis setiap perusahan, tentunya akan membuat adanya perbedaan dalam menyusun sistem pengelolaan sdm perusahaan karena setiap perusahaan mempunyai visi dan misi sendiri, selain itu dari jumlah tenaga kerja bila dikaitkan dengan bisnis perusahaan, tentu berbeda perusahaan yang menggunakan tenaga kerja ribuan jumlahnya (massal) dalam menggerakkan roda usahanya seperti misalnya pada pabrik-pabrik yang beorientasi pada industri garmen, bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak seperti itu tentu akan berbeda dalam pengelolaan sdmnya dengan bisnis yang bersifat khusus terutama yang berkaitan dengan industri yang memerlukan kreatifitas individual seperti misalnya bidang konsultan. Artinya jika untuk industri yang bersifat massal maka problemnya lebih kepada bagaimana mengelola bidang  hubungan industrial dan biasanya pada bidang ini lebih menekankan pada aspek normatif seperti Peraturan Perusahaan dan UU ketenagakerjaan sehingga para pengelola sdm perusahaan disini akan lebih melakukan pekerjaan rutin saja atau lebih banyak bidang administratif saja, walaupun ini tidak mutlak seperti itu. Sementara untuk bisnis yang bersifat khusus tentunya akan menuntut para pengelola sdm perusahaan untuk berbuat lebih lagi, khususnya pada bidang sistem pengelolaannya karena kondisi bisnis yang terus berubah sejalan dengan waktu sehingga harus terus menyesuaikan. Sebagai perbandingannya dapat diberikan atau digambarkan contoh sebagai berikut : dalam hal pemberian gaji karyawan perusahaan pada industri massal, tidak diperlukan sistim gaji yang rumit, biasanya cukup dengan menyesuaikan gaji yang ada dengan perubahan Upah Minimum Propinsi. UMP biasanya dijadikan acuan dalam menetapkan atau merubah besaran penggajian karyawan, sementara pada industri khusus akan akan dibuat sistim penggajian yang berdasarkan kepada kemampuan atau kinerja dalam menetapkan maupun merubah besaran penggajian serta menyesuaikan dengan perkembangan bisnis perusahaan, demikian juga dengan sistem rekrutmentnya tentu akan sangat berbeda terutama dengan mengambil basis atau dasar rekrut tenaga kerjanya. Kedua jenis bidang bisnis diatas adalah yang kalau ditarik lurus berada pada ujung yang berbeda  dari garis itu. Sementara untuk industri yang berada diantara kedua ujung akan menyesuaikan dengan metode pendekatan kearah industri massal atau kearah industri khusus.

Mengenai lokasi perusahaan, ada hal yang membedakan pada proses kegiatan pengelolaan sdm perusahaan terutama yang berkaitan dengan proses rekrutmen karyawan, biasanya pada proses rekrutmen yang menjadi fokus perusahaan adalah menjaring tenaga kerja potensial yang nantinya diharapkan mampu bekerja maksimal di perusahaan. Tenaga kerja potensial ini akan lebih kompetitif lagi bila calon yang mendaftar cukup banyak dan sesuai kriteria, menjaring tenaga kerja seperti ini tentu merupakan tantangan tersendiri dalam merekrutnya. Namun bagaimana jika lokasi perusahan berada pada area tertentu dengan sangat terbatasnya tenaga kerja potensial sementara masyarakat yang berada dilingkungan perusahaan cukup banyak dan menginginkan untuk dapat bekerja disitu, hal ini sering terjadi dan menjadi permasalahan tersendiri. Merekrut berdasarkan lokasi perusahaan misalnya jika berlokasi di kota besar atau mengacu kepada masyarakat perkotaan, mereka dapat memilih  sendiri tempat bekerjanya karena dapat lapangan pekerjaan sangat beragam sehingga beban untuk menghadapi mereka secara head to head menjadi kecil kemungkinannya terjadi namun sebaliknya apabila perusahaan berada di lokasi yang minim lapangan pekerjaan maka tentu perusahaan yang berlokasi di tempat itu akan terus menghadapi masyarakat sekitar, apalagi saat ini sekelompok masyarakat dapat membuat lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk berhubungan dengan perusahan dan cenderung dibentuk untuk kepentingan-kepentingan sesaat saja, terutama yang berkaitan dengan lapangan pekerjaan. Tidak jarang sering terjadi pergesekan fisik antara pengelola perusahaan dengan masyarakat sekitar, sehingga instansi terkait harus terus terlibat dalam penyelesaian permasalahan, untuk itu agar meredam pergesekan itu diperlukan peran pemerintah daerah itu membuka lapangan kerja lebih luas lagi.

Untuk karakateristik karyawan, yang dimaksud karakteristik karyawan adalah bagaimana prilaku karyawan dalam bereaksi menghadapi atau mendapat sebuah masalah yang kemudian disampaikan kepada para pengelola sdm perusahaan. Secara umum karakteristik ini sangat berkaitan dengan budaya lokal atau adat istiadat daerah itu namun disitulah letak keunikan dari setiap daerah, namun hal ini  juga harus difahami dan disikapi secara arif agar dalam memberikan solusinya tidak menjadi permasalahan yang baru.

Untuk daerah-daerah tertentu, ada kecenderungan anggota masyarakat dilingkungan perusahaan yang melakukan tindak kekerasan untuk mencapai keinginannya dan ini sering terjadi, jika perusahaan tidak mampu lagi mereamnya maka untuk meredamnya atau menanggulanginya, beberapa perusahaan terpaksa harus mengeluarkan dana lagi untuk pengamanan dan biasanya dengan bekerjasama dengan aparat kepolisian maupun TNI.

Kembali kepada contoh, bagaimana jika kita menarik garis lurus seperti diatas maka jika dimulai dari ujung yang berupa industri massal sampai dengan ujung berikutnya berupa industri khusus, akan semakin terlihat perbedaannya, itu dapat terlihat ketika terjadi persoalan yang mungkin sama secara jenisnya maka penjelasannya dan bentuk penerimaannya, akan bergerak dari yang sulit menuju ke yang lebih mudah, misalnya ketika kita berbicara mengenai peraturan perusahaan, maka pemahaman akan lebih sulit menerima menuju ke yang dapat cepat menerima. Namun sebaliknya ketika kita berbicara mengenai gaji maka pergeserannya jadi dari yang mudah menerima menuju ke sulit menerima. Demikian juga pada saat proses rekrutment karyawan maka arah pergeserannya dari yang cepat terekrut menuju sulit terekrut.

Dari uraian-uraian beserta contoh singkatnya diatas, akan terlihat jelas bahwa proses pengelolaan sdm perusahaan akan memberikan kontribusi kepada para pengelolanya apakah mereka “terjebak” dalam pekerjaan rutin atau para pengelolanya yang terus untuk melakukan perubahan, untuk itu bagi kita, para pengelola sdm perusahaan tentunya diberikan kesempatan untuk memilih pada garis lurus diatas untuk berada pada titik mana kita akan mulai bekerja sebagai pengelola sdm perusahaan.

                                                                    Anak Emas

Sebagaimana pernah dibahas sebelumnya mengenai politik kantor (Office Political) yang biasa terjadi dan selalu ada disetiap perusahaan. Seperti diketahui bahwa jika kita berbicara politik maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah adanya kepentingan bersama antara individu atau kelompok. Hal ini memang tidak bisa dihindari karena itu juga bagian dari strategi dari masing-masing personal maupun kelompok dalam mempertahankan posisi dan kelangsungan karir masing-masing. Hanya yang menjadi masalah adalah bagaimana dengan kinerja perusahaan sebagai akibat adanya aktivitas itu, karena tentu akan ada sisi negatif terhadap kerjasama tim dalam membangun perusahaan.

Namun yang hendak kita bahas kali ini adalah dampak dari adanya politik itu sendiri terhadap keharmonisan para pegawai karena salah satu yang menjadi indikasi terhadap itu adalah munculnya personal tertentu yang diberi kesempatan dan fasilitas lebih dibanding personal lain yang berada satu tim atau satu satuan kerja, padahal personal ini tidak mempunyai prestasi maupun kinerja yang lebih dibanding personal yang lain. Maka kepada personal yang diberi kesempatan dan fasilitas lebih ini sering disebut sebagai “anak emas”.

Keberadaan “anak emas” ini sering menjadi gonjang-ganjing dikalangan karyawan perusahaan karena secara kasat mata terlihat jelas perlakuan yang berbeda dari atasan kepada personal yang di “anak emas” kan, dan itu juga akan menjalar kepada kita para pengelola ke sdm an perusahaan untuk secara subyektif sering terpengaruh dalam mengambil tindakan terhadap personal dimaksud. Seiring dengan perjalanan waktu fenomena “anak emas” selalu ada disetiap perusahaan dan itu juga yang penulis alami sehingga sering terjadi pertentangan batin dalam hal mengambil tindakan karena jika ada satu tindakan yang dilakukan terhadap personal tersebut maka dalam waktu yang tidak lama, salah satu dari manajemen perusahaan akan menegur bahkan memarahi penulis, walaupun kita sudah beragumen sesuai ketentuan namun hal ini tidak merubah sikap yang bersangkutan bahkan akan menjadikan personal itu lebih tinggi kedudukannya dari kita.

Dampak yang timbul terhadap karyawan lain sangat besar terutama bagi mereka yang berada dalam satu tim atau setingkat satuan kerja, mereka sering mengungkapkan persoalan ini karena bagi mereka, ketika sudah bekerja dan mempunyai kinerja yang baik pun tidak menjamin karir mereka akan semulus “anak emas” dan dalam proses kegiatan pekerjaan, “anak emas” akan diberi keringanan sementara yang lain harus “jungkir balik” namun ketika ada pemberian reward atau penghargaan maka sang “anak emas” akan diberi prioritas untuk mendapatkannya. Rasa Keadilan itulah ungkapan para karyawan, yang terus wajib didengarkan oleh kita para pengelola ke sdm an perusahaan dan harus dicarikan solusi yang “win-win” agar ini tidak melebar kemana-mana. Solusi itu harus bisa menjembatani kepentingan semua karyawan karena dengan adanya rasa ketidakdilan akan mengakibatkan demotivasi karyawan bahkan yang paling parah adalah akan mengakibatkan hengkangnya tenaga-tenaga potensial yang berakibat tingginya turn over karyawan.

Untuk menghindari dampak yang akan terjadi, penulis mencoba untuk membuat solusi dengan melakukan evaluasi terlebih dahulu mengenai penyebab munculnya “anak emas” di beberapa perusahaan yang tentunya penulis pernah melihatnya dan memang terjadi secara jelas, ada beberapa hal sebagai penyebab tetapi tentunya tidak terbatas pada hal-hal dibawah, yaitu :

1.      Manajemen perusahaan senang melihat kinerja seorang pegawai yang lebih tinggi dari yang lain sehingga lebih fokus memberikan perhatian kepada mereka yang berkinerja tinggi tetapi melupakan atau lalai kepada personal lain yang seharusnya lebih diperhatikan untuk diberikan pembinaan agar kinerjanya bisa naik lagi, sehingga penilaian lingkungan menyatakan adanya “anak emas” dalam perusahaan.

2.      Bahwa personal yang menjadi “anak emas” masih punya hubungan kekerabatan dengan pemilik perusahaan sehingga manajemen tentunya punya sikap yang cenderung memberikan keistimewaan kepada personal itu, walaupun belum tentu pemilik perusahaan memberikan sinyal untuk hal itu. Dalam situasi dan kondisi seperti itu biasanya manajemen mengambil sikap “safety player” atau main aman-aman saja.

3.      Pihak manajemen punya kencenderungan untuk tertarik secara personal sehingga melahirkan “anak emas” baik itu karena penampilan atau bisa saja karena kinerja yang bersangkutan. Namun yang paling besar kecenderungannya adalah karena penampilan, dengan kecenderungan itu maka tercipta sebuah situasi dan kondisi dimana timbul penafsiran secara berbeda-beda oleh karyawan dan selalu kencenderungannya negatif.

4.      Memang juga ada karena terindikasi unsur SARA yang menjadikan seorang karyawan bisa mendapatkan perhatian yang berlebih dari manajemen perusahaan, hal ini sering mengakibatkan rawan tindakan negatif walaupun dapat saja hanya bersifat verbal dari lingkungan sekitar namun itu tentu saja merupakan awal dari adanya demo kecil-kecilan.

5.      Yang lebih membingungkan adalah ketika “anak emas” memberikan pendapat yang secara akal sehat dan logika kita tidak bisa diterima namun pihak managemen dengan tangan terbuka menerimanya secara langsung, biasanya kemampuan “anak emas” ini dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat supranatural.

Dari beberapa penyebab diatas, penulis lebih fokus untuk menyelesaikan penyebab nomor dua  dan tiga saja karena kedua penyebab itulah yang dominan terlihat oleh penulis namun jika ada hal lain diluar keduanya tidak bisa dideskripsikan oleh penulis, sehingga solusi dari keduanya yang menjadi dasar penulis dalam menyelesaikan atau meminimalkan dampak dari permasalahan “anak emas”.

Karena permasalahan ini sering diidentikan sebagai politik kantor maka sebaiknya kita juga harus mencoba masuk dalam pusaran itu untuk mengetahui lebih jauh lagi situasi dan kondisinya, karena untuk mencari solusi mau tidak mau harus mengeluarkan energi lebih lagi dan merupakan tantangan tersendiri bagi kita para pengelola ke sdm an perusahaan. Penulis berhasil membuat gambarannya untuk mengambil solusi berdasarkan data-data sebagai berikut :

 

1.       Seberapa dekat personal dimaksud dengan pemilik atau manajemen, agar bisa kita pikirkan bagaimana menjangkaunya, jika dekat maka kita dapat mengajak yang bersangkutan dalam memecahkan masalah-masalah umum yang ada di perusahaan. Jika tidak dekat maka kita dapat membawa yang bersangkutan dalam pekerjaan-pekerjaan yang tidak melibatkan orang lain, sehingga karyawan lain tidak dapat melihat secara langsung atas perbedaan perlakuan kepada yang bersangkutan.

2.      Bahwa perlu kita yakini tidak semua manajemen punya pandangan yang sama dalam memperlakukan “anak emas”, kita akan mendapatkan manajemen yang berbeda pandangan itu walaupun tidak secara terang-terangan, maka kepada dialah kita bisa menggantungkan harapan kita untuk merubah situasinya.

3.      Melakukan evaluasi terhadap struktur organisasi dan peraturan perusahaan yang berlaku di perusahaan.

Dari data-data yang didapat tersebut diatas maka penulis mencoba untuk membuat struktur organisasi yang baru dan melakukan pembuatan turunan dari peraturan perusahaan yang belum terlaksana, hal ini dikarenakan belum tersedianya turunan atau petunjuk pelaksana atas peraturan perusahaan, kedua kegiatan itu sebenarnya ada saling keterkaitan, sebagai contoh yaitu bagaimana akan menempatkan personal pada satu jabatan dikaitkan dengan struktur gaji dan mekanismenya yang diatur secara jelas didalam peraturan perusahaan. Kemudian kita sampaikan kepada pihak manajemen atas apa yang telah kita lakukan dengan alasan bahwa belum tersedianya faktor-faktor diatas. Selanjutnya jika pihak manajemen setuju maka tentunya kita minta ijin untuk melakukan sosialiasi kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali.

Konsistensi adalah kata kunci dalam melaksanakan peraturan perusahaan beserta turunannya dan yang paling utama juga adalah ketika selesai sosialisasi maka data-data atau bahan sosialisasi harus mudah diakses oleh seluruh karyawan. Fenomena “anak emas” tidak mudah dihapus atau dihilangkan namun yang bisa dilakukan adalah bagaimana membuat bahwa seluruh manajemen perusahaan bisa berlaku adil terhadap semua karyawan, salah satunya adalah konsistensi dalam menerapkan peraturan perusahaan, pelaksanaan ini akan mudah apabila di perusahaan ada serikat karyawan atau lembaga lain yang berfungsi sebagai lembaga bipartit.

Ini mungkin hanya satu contoh atas apa yang penulis lakukan di satu perusahaan dalam menyikapi adanya fenomena “anak emas”, tentu ini bukan solusi satu-satunya karena bisa saja ada perbedaan dalam mencari solusi untuk meminimalkan fenomena itu di setiap perusahaan, yang perlu dan penting adalah bagaimana dan apa yang kita rencanakan, bisa diterima semua kalangan mulai dari manajemen sampai dengan karyawan pada tataran dibawah.