Rekrutmen karyawan adalah sebuah awal yang paling menentukan dari semua kegiatan pengelolaan SDM perusahaan, jika kita berhasil mendapatkan tenaga yang handal maka kedepan, pengelolaan SDM akan semakin mudah dalam proses operasional sehari-harinya, namun sebaliknya jika kita mendapatkan tenaga yang kurang baik maka tentunya akan berdampak pada proses berikutnya dan akan banyak menyita waktu untuk melakukan pembinaan secara kontinyu, agar mereka dapat berubah menjadi baik atau handal. Sebuah tantangan yang selalu timbul ketika kita mendapatkan tenaga baru adalah mengukur kinerja mereka sehari-hari, hal ini dilakukan untuk menentukan hasil kerja tim rekrut, apakah mereka berhasil atau tidak dalam proses rekrutmen yang dilakukan oleh mereka. Apapun hasil pengukuran kinerja yang dilakukan terhadap tenaga baru, tentunya akan memberikan masukan kepada para pengelola SDM untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam proses rekrutmen diwaktu yang akan datang (continoues improvement).
Harus kita sadari bahwa “tak ada gading yang tak retak”, ungkapan ini berlaku juga terhadap proses rekrutmen yang dilakukan oleh sebuah tim, baik itu yang dibentuk oleh Perusahaan itu sendiri ataupun diberikan kepada pihak ketiga untuk melaksanakannya.
Setelah kita melihat sedikit bahasan diatas dan dikaitkan dengan pokok bahasan kita kali ini yaitu salah rekrut atau sering penulis istilahkan “gagal rekrut” atau juga ada istilah lainnya disebut dengan “terpaksa rekrut”. Secara manajemen perusahaan, kesalahan dalam merekrut akan mempunyai dampak terhadap kinerja perusahaan, karena perusahaan akan mempunyai beban untuk menanggung tenaga baru selama berada di perusahaan, oleh sebab itu banyak perusahaan yang merekrut karyawan baru dengan sistim kontrak jangka pendek atau diberikan masa percobaan dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama, sementara untuk lapis-lapis bawah, banyak perusahaan yang memberikan pekerjaan kepada pihak ketiga (outsourching), walaupun semua diatur dalam UU ketenagakerjaan namun pada kenyataannya, banyak yang melanggar UU itu. Secara selintas persoalan ini seperti sebuah dilemma bagi perusahaan namun kenyataannya juga ketakutan akan salah rekrut dijadikan alasan juga oleh para pengusaha agar bisa melakukan kontrak kerja atau outsourching.
Persoalan yang muncul ketika kita salah merekrut adalah ada rasa “kasihan” kepada tenaga baru jika mereka harus diberhentikan ataupun kontrak kerjanya tidak diperpanjang, karena ada rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin dalam proses sehari-harinya sehingga ini akan menimbulkan rasa “iba” dari para user tenaga tersebut dan melaporkan kepada para pengelola SDM perusahaan bahwa tenaga yang baru mempunyai kemampuan yang baik, dan ini tentu saja ini akan “membantu” untuk membiarkan tenaga baru tersebut berada terus di perusahaan. Bisa saja tindakan para user bisa kita benarkan sepanjang di satuan kerja user terus dilakukan pembinaan terhadap tenaga baru tersebut, tetapi sebaliknya apabila satuan kerja user tidak melakukan pembinaan maka tentunya akan menambah beban perusahaan, disinilah seluruh komponen yang ada di perusahaan selalu harus melakukan koordinasi dengan pihak pengelola SDM perusahaan, demikian juga sebaliknya para pengelola SDM perusahaan harus juga terus aktif untuk turun ke satuan-satuan kerja user tenaga baru, agar keberadaannya terpantau dengan baik.
Persoalan lain yang muncul adalah bahwa tenaga yang direkrut merupakan “titipan” dari para pemilik perusahaan baik itu perusahaan pemerintah (dalam hal ini para birokrat sebagai pembina teknis) maupun swasta ( dalam hal ini para owner ataupun kewenangan para pimpinan perusahaan), akibat para pengelola perusahaan tidak dapat menghindari tenaga “titipan” ini, tentunya kita akan bersyukur apabila tenaga titipan ini mempunyai kemampuan yang mumpuni tetapi yang sering terjadi adalah mereka yang masuk jalur ini adalah mereka yang tidak mau berkompetisi di dunia kerja, secara logika kemampuannya bisa diragukan dan lebih bahaya lagi, mereka ini tidak bisa diberikan pembinaan dikarenakan merasa bahwa mereka masuk perusahaan adalah sebagai mata dan telinga dari para owner, akibatnya kita terpaksa harus “memelihara” tenaga ini, mungkin dalam jangka waktu yang lama bahkan mungkin saja sampai pensiun. Memang dari pengalaman yang penulis pernah terlibat dalam “titip-menitip” ini, tidak semua yang menjadi “titipan” merupakan tenaga yang kurang handal, tetapi ada juga yang memang berkemampuan baik apalagi ditunjang dengan basic pendidikan berasal dari perguruan tinggi terbaik di negeri ini.
Hal lain yang menjadi batu sandungan dalam merekrut tenaga baru adalah besarnya gaji yang bakal diterima tenaga baru, tidak bisa menjamin bahwa yang bersangkutan bersedia bergabung dengan perusahaan, karena gaji atau penghasilan yang kompetitif akan bisa menghindari salah rekrut, artinya kita bisa menolak tenaga baru ketika para tenaga baru tidak mempermasalahkan besaran gajinya, atau mengatakan terserah perusahaan untuk memberikan besaran gajinya, tenaga seperti ini lebih cenderung, mengambil untuk masuk ke perusahaan dulu, baru setelah berjalannya waktu akan banyak melakukan tuntutan-tuntutan. Padahal saat sekarang perusahaan akan menghargai prestasi lebih dahulu baru ada pemberian penghargaan, yang dapat saja berupa kenaikan penghasilan, jadi begitu banyak permasalahan dalam proses kegiatan rekrut ini.
Selanjutnya agar kita tidak salah dalam melakukan rekrumen atau gagal dalam rekrutmen dan bukan terpaksa rekrut, maka perlu kita lakukan seleksi dengan melakukannya melalui uji kompetensi, ada beberapa kompetensi yang dapat dijadikan pegangan kita dalam merekrut, antara lain :
1. Fleksibelitas : adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman
2. Menggunakan dan mencari Informasi motivasi dan kemampuan untuk belajar : adalah kompetensi tentang antusiasme untuk mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan interpersonal.
3. Motivasi berprestasi : adalah kemampuan untuk mendorong inovasi; perbaikan berkelanjutan dalam kualitas dan produktivitas yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan kompetensi.
4. Motivasi kerja di bawah tekanan waktu merupakan kombinasi fleksibilitas,motovasi berprestasi,menahan stress dan komitmen organisasi yang membuat individu bekerja dengan baik dibawah permintaan produk-produk baru walaupun dalam waktu yang terbatas.
5. Kolaborasi : adalah kemampuan bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang multi disiplin; menaruh harapan positif kepada orang lain, pemahaman interpersonal dan komitmen organisasi.
6. Orientasi pelayanan kepada pelanggan : adalah keinginan yang besar untuk melayani pelanggan dengan baik; dan inisiatif untuk mengatasi hambatan-hambatan di dalam organisasi agar dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pelanggan.
Kompetensi-kompetensi ini adalah kompetensi umum untuk seluruh lapisan, apabila kita akan merekrut tenaga manajerial tentu kompetensi diatas harus ditambah dengan kompetensi-kompetensi manajerial atau untuk tenaga-tenaga teknis, kompetensinya ditambah dengan kompetensi teknis, yang biasanya sudah ada didalam perusahaan dalam bentuk model kompetensi.
Proses rekrutmen adalah proses yang sarat dengan berbagai kepentingan banyak pihak walaupun kita tahu bahwa apabila yang menjadi inputnya sampah maka outputnya akan sampah juga, ini yang sebenarnya harus dimengerti oleh pihak-pihak yang merasa mempunyai kekuasaan, agar tidak terus memaksakan kehendaknya, demi kemajuan perusahaan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar