Mengelola Departemen Sumber Daya Manusia, sepertinya tidak pernah lepas dari persoalan atau masalah sehingga seringkali Depertemen SDM diibaratkan sebagai tempat penampungan masalah, dan permasalahan yang berkaitan SDM sifatnya sangat kompleks karena dapat menyangkut, baik mengenai individual/pribadi karyawan sampai kepada persoalan keluarganya, sehingga bisa kita fahami bahwa semakin banyak jumlah karyawannya maka semakin kompleks permasalahan yang harus diselesaikan, namun permasalahan yang paling dominan dan sudah menjadi persoalan klasik adalah permasalahan yang menyangkut hak hidup orang banyak di perusahaan, seperti misalnya demo memperjuangkan nasib karyawan atau solidaritas terhadap karyawan lain, baik didalam maupun diluar perusahaan. Namun yang paling sensitive dan sering disuarakan baik secara pribadi maupun kelompok adalah mengenai perbedaan fasilitas dan gaji yang diterima setiap karyawan. Pangkal persoalannya adalah karena adanya perbedaan dalam penerimaan gaji, mereka mempersoalkan bahwa tugas dan tanggung jawabnya sama tetapi gajinya berbeda ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah. Adanya perbedaan ini dapat terjadi atau timbul diantara karyawan dilingkungan perusahaan sendiri dan atau juga sering dibandingkan dengan gaji karyawan dari perusahaan lain, dan perbedaan ini disuarakan bukan hanya pada level rendah (blue collar) tapi bisa tapi juga pada tatanan level atas (white collar). Di belahan bumi mana pun, persoalan gaji memang sensitif dibicarakan. Seperti percikan api, salah meletik, bisa "terbakar" seisi perusahaan. Apalagi, menyangkut level atas yang besarnya ditengarai sering "naudzubillah". Karena itulah, prinsip good corporate governance menekankan pentingnya kehadiran komite remunerasi untuk menakar hal yang satu itu: "How much is too much?" namun hal yang penting adalah bahwa sebaiknya kita bertanya pada diri sendiri: bagaimana gaji kita?
Bagaimana kita bisa mendapat jawaban bahwa gaji kita itu underpaid/overpaid, atau ada juga yang mengistilahkan lebih rendah atau lebih tinggi dari orang lain yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sama dengan kita, memang terkadang kita sering diberikan pengarahan bahwa bagi orang-orang cemerlang, gaji besar itu bukan yang menjadi ukuran atau dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang kecil, namun bagi mereka lebih termotivasi oleh adanya tantangan yang harus dihadapi setiap hari, dengan kata lain jangan hanya lihat gajinya, tetapi lihat juga tugas-tugasnya, bahkan sering disuarakan juga bahwa berkarya lebih dahulu, fasilitas akan menyusul, hal ini karena pimpinan ingin diyakinkan oleh kita, bahwa mereka tidak salah dalam membayar gaji kita. Banyak perusahaan yang membayar karyawan berdasarkan kapasitas personal. Artinya, kembali lagi pada kompetensi berikut kinerja yang bersangkutan alias reward by performance. Bayaran akan semakin tinggi bila tuntutan memenangkan persaingan juga meningkat. Karyawan dengan posisi yang sama, tetapi performanya berbeda, tentu gajinya pun sedikit berbeda dan "Setelah dilihat tanggung jawab dan kinerjanya, kita dapat memberikan sedikit Perbedaan jika yang bersangkutan adalah talented person yang dapat menjadi Kader di masa mendatang, atau memiliki skill yang sangat khusus dan cukup langka,"
Terkadang kita sulit mendapat jawaban mengenai posisi gaji kita, karena dapat saja seorang manajer mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama dengan Direktur di perusahaan lain dalam industri yang sama, karena Direktur maka gajinya bisa saja lebih tinggi, hal ini terjadi bisa saja karena tuntutan organisasi atau juga karena penghargaan yang terlalu berlebihan. Untuk itu ada baiknya kita dapat mengenal dan mengetahui mengenai salah satu metode untuk mengetahui posisi gaji pada jabatan tertentu, yaitu dengan melihat hasil survey gaji, yang biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga tertentu. Didalam survey gaji, yang dibandingkan itu adalah nilai/bobot dari beberapa jabatan, yang kemudian disusun rentang gajinya, semuanya itu adalah berdasarkan data dari semua perusahaan, yang menggunakan metode sama dalam melakukan evaluasi atau pembobotan jabatan. Untuk lebih jelasnya dibawah ini, akan dijelaskan mengenai apa dan bagaimana hasil survey tersebut.
Contoh pemakaian atau aplikasi dari hasil survey gaji.
Dari puluhan perusahaan yang disurvey oleh sebuah lembaga survey, didapat hasil, untuk jabatan manajer produksi, berdasarkan hasil evaluasi jabatan menggunakan metode atau sistim point, hampir semua perusahaan untuk jabatan manajer produksi, nilai jabatan atau bobot jabatannya adalah sebesar 500, kemudian gaji yang diterima oleh para manajer produksi itu berbeda-beda atau bervariasi, berkisar antara Rp. 18.000.000.- (delapan belas juta rupiah), sampai dengan Rp. 28.000.000.- (dua puluh delapan juta rupiah), besaran gaji ini kemudian dijadikan rentang gaji untuk jabatan manajer produksi dengan nilai gaji terendah, menengah dan tertinggi, masing-masing dengan jumlah perusahaan yang masuk katagori terendah, menengah dan tertinggi, apabila perusahaan kita ikut dalam survey itu, maka dapat dengan mudah diketahui, dimana atau dalam kategori apa, besaran gaji manajer produksi perusahaan kita berada, terendah, ditengah, atau paling tinggi, atau berada diantara terendah ke tengah atau tengah keatas. Lalu apa yang harus kita lakukan apabila melihat misalnya ternyata gaji kita termasuk dalam rentang yang rendah atau bahkan lebih rendah dari kisaran itu (underpaid). Dengan demikian, untuk sebuah perusahaan dapat dengan jelas melihat dimana posisi gaji manajer operasinya ? apakah perusahaan membayar terlalu tinggi atau menengah atau rendah bahkan dibawah rentang, lalu bagaimana perusahaan menyikapi keadaan itu, terutama untuk gaji yang masih kisaran terendah, lalu agar kedepan perusahaan dapat lebih kompetitif atau supaya para manajernya jangan hengkang, tentu harus dipilih yang terbaik, misalnya dengan merubah menjadi dari kisaran tengah keatas. Bahkan hasil survey ini dapat digunakan oleh para Head Hunter untuk membajak para manajer handal, agar bersedia pindah ke perusahaan lain yang menjanjikan gaji tertentu.
Memang tidak semua orang melihat bahwa hasil survey gaji itu dapat digunakan sebagai acuan atau sebagai power untuk harga tawar (bargaining position) dalam menentukan untuk mau bekerja disuatu Perusahaan, karena ada juga beberapa pertimbangan bagi orang-orang tertentu mau bekerja disatu perusahaan, pertimbangan itu adalah :
Pertama, prospek ke depan perusahaan itu yang diistilahkannya soft dollar, yang di sini dimaknai: akankah dirinya memperoleh penambahan dan perkembangan knowldege, sehingga dapat menciptakan success story..
Kedua, dengan melihat hard dollar, yang berarti nilai gajinya. Baginya, yang dia peroleh sudah memadai. Perihal cukup atau tak cukup, memang sangat relatif. Termasuk, ukuran underpaid dikelasnya. "Itu bagaimana cara pandang dan cara kita mengelola keuangan,"
Menyikapi persoalan di level perorangan memang tak akan pernah sama. Namun, untuk level perusahaan, dalam cara memanfaatkan survei, bahwa survei ini hanyalah input atau menambah wawasan. Tujuan utama riset ini memudahkan partisipan dan perusahaan umumnya dalam hal memahami posisi masing-masing di pasar berkaitan dengan pola dan praktik remunerasi, selain itu ada beberapa hal sebagai tren remunerasi. diantaranya, annual base salary masih berkontribusi besar terhadap total remunerasi yang diterima karyawan (hingga 63%). Kemudian, tren yang lain, di samping competency base dan pay per performance (berdasarkan kinerja), penerapan clean wages makin digandrungi. Clean wages adalah pemberian salary dan tunjangan dalam satu paket, yang penggunaannya diserahkan pada yang bersangkutan.
Akankah clean wages menjadi pilihan, tentu dikembalikan pada perusahaan masing-masing. Kembali pada hasil survei, hal terpenting dari perusahaan adalah bagaimana ia terus memantau perkembangan gaji karyawannya. Maklum, selain kebutuhan mendasar, gaji juga merupakan apresiasi terhadap SDM. harus segerakah yang di bawah average di-adjust perusahaan?
Untuk meng-adjust tentu dipersilahkan terlebih bila itu terjadi pada orang-orang kunci yang posisinya hanya sedikit di atas average. Bila perusahaan mampu dan yang bersangkutan berkontribusi besar, tentu tak ada salahnya menaikkannya ke posisi yang mendekat. pertimbangan kompetensi dan kontribusi karyawan harus dikedepankan. Kalau dasar ini bisa terlihat dengan telanjang (kompetensi dan kontribusi), pertanyaan how much is too much bukan lagi isu yang ditakuti. Pertanyaan seperti itu muncul bila semua dasarnya tidak jelas, apalagi didasari suka dan tak suka.
Gaji memang hal yang sensitif. Namun, kalau ingin mengupasnya lebih dalam,lebih baik membincangkannya dengan kepala dingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar