Sering terdengar di media elektronik maupun tertulis pada media cetak bahkan dalam keseharian kita kala berkumpul ataupun dalam acara tertentu, sering diperbincangkan secara luas mengenai keberadaan tenaga kontrak, terutama yang saat ini ada dihampir semua perusahaan di Indonesia. Sebenarnya didalami Undang Undang nomor : 13 Tahun 2003, mengenai ketenagakerjaan, kita tidak akan pernah menemukan istilah tenaga kontrak, tetapi didalam UU tersebut menjelaskan mengenai adanya istilah tenaga kerja dan Perjanjian Kerja. Jika demikian apakah istilah tenaga kontrak mempunyai konotasi yang kurang baik, apabila kita kaitkan dengan sejarah tenaga kerja Indonesia dimasa penjajahan, yang sering disebut dengan istilah kuli kontrak, namun dalam tulisan ini kita tidak membahas lebih dalam mengenai istilah-istilah dimaksud.
Istilah Perjanjian kerja sebagiamana tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2003 adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dengan demikian, pengertian istilah tersebut memberikan kejelasan bahwa setiap pekerja/buruh dalam hal ini tenaga kerja, yang melakukan pekerjaan pada sebuah unit kerja mempunyai perjanjian kerja dengan pengusaha terkait. Yang membedakan dari perjanjian kerja seseorang dengan orang lain adalah :
1. Waktu, yaitu masa berlakunya perjanjian kerja.
2. Jenis Pekerjaan, yaitu dalam perjanjian kerja memuat kegiatan pekerjaan tertentu
3. Volume pekerjaan, yaitu perjanjian kerja berdasarkan volume kerja yang harus diselesaikan
4. Musim, yaitu perjanjian kerja yang diberlakukan hanya pada musim tertentu saja.
Menilik dari judul tulisan ini, maka materi bahasan tertuju pada point. 1 diatas, yaitu mengenai perjanjian kerja berdasarkan waktu. Perjanjian kerja yang berdasarkan waktu terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Dalam hal Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sering oleh banyak orang diasumsikan sebagai tenaga kerja tetap, karena masa berlaku perjanjian kerjanya tidak batasi oleh selang (interval) waktu tertentu namun sebenarnya tenaga kerja tetap ini, juga mempunyai batasan yang jelas, dan yang akan membatasi tenaga kerja tetap ini adalah masa kerjanya di dalam suatu perusahaan. Sejauhmana batasan-batasan itu dapat diberlakukan, tentu sangat tergantung dari kebijakan-kebijakan para pengambil keputusan di lingkungan perusahaan/institusi pemberi kerja, semua batasan-batasan itu tertuang dalam bentuk Peraturan Perusahaan (PP) atau Peraturan Kerja Bersama (PKB), dan secara normatif batasan-batasan itu adalah :
1. Tenaga kerja Meninggal Dunia
2. Memasuki usia pensiun
3. Tenaga kerja melakukan pelanggaran berat, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama sehingga sangsi yang diberikan merupakan pemutusan hubungan kerja (PHK)
4. Tenaga kerja melakukan pelanggaran hukum yang berlaku sehingga ada penetapan atau putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Karena merupakan batasan normatif, maka pemberlakuannya tidak hanya kepada tenaga kerja tetap (PKWTT) tetapi juga bagi tenaga kerja yang terikat oleh Perjanjian Kerja lainya, seperti PKWT, dengan demikian tenaga kerja PKWT batasannya ditambah dengan masa berlaku dari perjanjian kerja.
Secara keseluruhan tidak terlalu banyak perbedaan antara PKWT dengan PKWTT, hanya saja penerapan di lapangan atau aplikasi dari kedua perjanjian kerja tersebut mempunyai perbedaan atau gap yang seolah-olah menjadi lebar. Akar permasalahan dari melebarnya perbedaan itu adalah :
1. Para pencari kerja tidak punya peluang untuk bernegoisasi, karena kemampuan/skill mereka sangat terbatas sehingga tidak punya posisi tawar yang tinggi (low bargaining position). Akan lain halnya bagi mereka yang mempunyai kemampuan/skill tinggi dan sangat dibutuhkan perusahaan, tentu mereka akan lebih senang sebagai “tenaga kontrak” karena mereka akan mendapatkan posisi tawar yang tinggi, sementara itu secara personal mereka tidak ingin terikat terlalu lama dengan sebuah perusahaan karena akan menghilangkan kesempatan atau peluang mereka ditempat lain sehingga nantinya akan menutup peluang mereka mendapatkan yang “terbaik”
2. Para pemberi kerja (pengusaha) lebih senang memberlakukan kepada setiap tenaga kerjanya sebagai tenaga kontrak (PKWT) apalagi kemampuan/skill mereka sangat terbatas, hal ini dilakukan untuk menghindarkan pembayaran pesangon apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terutama terhadap tenaga kerja yang tidak perform dan atau “nakal/bandel”.
3. Dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan sehari-hari, para tenaga PKWT dan PKWTT ditempatkan pada jabatan dan atau pekerjaan yang sama, namun berbeda dalam hal penghasilan/gaji. Selain menimbulkan kecemburuan sosial antara para tenaga kerja, hal ini juga merupakan pelanggaran terhadap perundangan-undangan yang berlaku.
4. Sebaliknya para pengusaha, sangat ingin mengikat para tenaga kerja yang mempunyai perform dan kemampuan/skill tinggi serta sangat dibutuhkan perusahaan, dengan iming-iming yang menjanjikan, dengan harapan agar mereka bersedia untuk terus bergabung di perusahaan.
Berdasarkan hal-hal diatas, jelaslah bahwa telah terjadi dikotomi antara tenaga kerja PKWT dan tenaga kerja PKWTT yang secara peraturan perundangan, sebenarnya tidak jauh berbeda, namun karena disebabkan oleh penerapan ketentuan undang-undang tentang perjanjian kerja, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh setiap perusahaan, maka keduanya cenderung menimbulkan perbedaan yang mencolok. Agar keduanya tidak lagi menjadi polemik di tingkat Pengusaha dan juga ditingkat tenaga kerja maka harus diupayakan semaksimal mungkin adalah dengan kembali menegakkan peraturan perundangan yang berlaku, namun di lain pihak bahwa yang paling utama dari semua itu adalah bagaimana kita semua yang terlibat untuk terus berupaya terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat atau mampu membangun sebuah institusi kelembagaan yang menghasilkan tenaga kerja dengan kemampuan/skill yang tinggi. Namun demikian tugas dan tanggung jawab ini tidak hanya terbatas pada insitusi kelembagaan tertentu tetapi setiap perusahaan juga mempunyai niat untuk terus mengembangkan SDM perusahaan, hingga suatu saat nanti setiap perusahaan mempunyai tenaga kerja yang handal, yang tentu saja mampu untuk mendorong kemajuan perusahaan sehingga dapat berkompetitif di pasar, baik lokal maupun internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar