Senin, 11 April 2011

Salah Asuh

Banyak pernyataan yang sering kita dengar dan kita baca pada media-media berita bahwa ketertinggalan Negara kita dibanding Negara lain adalah Sumber Daya Manusia Indonesia yang masih kurang memadai atau masih lemah atau kurang secara kualitas namun unggul secara kuantitas sehingga bagaimana mengoptimalkan SDM yang ada ini menjadi unggul dalam persaingan secara global. Banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan SDM Indonesia namun hasilnya masih belum maksimal namun kita tidak boleh pesimis dan tetap harus optimis bahwa apa yang dilakukan pemerintah dan pihak swasta tidak akan terlihat dalam jangka pendek karena pengembangan SDM dampaknya adalah jangka panjang dan tentunya akan terlihat sepuluh tahun mendatang atau mungkin lebih. Jika pemerintah saja begitu getol untuk terus menerus meningkatkan kemampuan SDM tentunya juga banyak perusahaan melakukan hal yang sama sebagai upaya meningkatkan kinerja agar dapat terus bersaing dengan para kompetitornya. Kita dapat melihat upaya keras yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk mengembangkan SDMnya namun yang akan kita bahas pada tulisan ini adalah implikasi dari sebuah keberhasilan pengembangan SDM.

Ketika semua lembaga yang berkaitan dengan pengembangan SDM menyatakan keberhasilannya dalam mengembangkan SDM baik untuk pegawai pemerintah maupun swasta namun dibalik itu semua ada hal yang biasanya tidak dilakukan oleh lembaga atau institusi itu adalah evaluasi pasca pengambangan atau ketika para alumninya terjun memasuki dunia kerja apakah lembaga atau institusi itu memonitor tingkah laku para alumninya, dan apakah mereka berhasil atau tidak dalam meniti kariernya juga yang mungkin paling menonjolkan moral apakah alumninya bertindak jujur dan bersih atau melakukan tindakan kotor semisal menjadi koruptor. Memang tindakan kotor yang dilakukan bukan menjadi tanggung jawab dari lembaga itu, namun setidaknya itu adalah gambaran yang riil dilapangan sehingga itu menjadi koreksi untuk memperbaiki isi atau materi bahkan pola maupun metode yang diberikan dalam program atau kegiatan pengembangan SDM.

Terasa tidak berimbang ketika ada personil yang mempunyai prestasi tinggi maka lembaga yang mengembangkannya akan melakukan promosi besar-besaran tentang prestasi alumninya tetapi bagaimana jika personilnya melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti korupsi atau tindak pidana lainnya maka sangat jarang ada yang mengakui bahwa personil itu alumni lembaganya. Banyak contoh akan hal itu terjadi, ada sebuah kasus yang sangat menonjol mengenai seorang Gayus Tambunan yang notabene alumni STAN, ketika kasus itu mencuat secara nasional maka secepatnya alumni yang lain mengatakan itu hanya oknum saja, bukan berarti bahwa semua alumni seperti itu memang benar pernyataan itu tetapi apakah lembaga juga mencatat berapa alumninya yang melakukan tindak pidana jawabannya bisa ya bisa juga tidak.

Coba kita lihat betapa kasus kekerasan yang terjadi di IPDN Jatinangor, memperlihatkan secara nyata bagaimana bentuk pengembangan SDM untuk para Birokrat mengalami degradasi moral yang tinggi, betapa kekerasan menjadi hal yang lumrah terjadi. Belum lagi di lembaga atau Institusi lainnya, kekerasan selalu mewarnai setiap kegiatan dan kehidupan dunia pendidikan negeri ini, Dengan melihat fenomena diatas memang tidak salah jika SDM bangsa ini secara umum belum bisa dikatakan mempunyai daya saing dibanding Negara lain, akan tetapi kita jangan menutup mata karena banyak juga anak bangsa yang mempunyai prestasi yang patut kita banggakan namun lagi-lagi perbandingan keduanya belum bisa dijadikan ukuran sebuah keberhasilan ataupun kegagalan

Selain kasus Gayus yang menghebohkan, kini muncul lagi tindakan yang dilakukan seorang Melinda Dee, salah satu manajer di lingkungan City Bank, yang dengan mulusnya menggelapkan dana nasabah hingga puluhan Milyar dalam kurun waktu 3 tahun, kasus ini begitu mencuat secara nasional karena dilakukan oleh seorang wanita yang bekerja di sebuah Bank yang notabene merupakan kawah candradimuka bagi para bankir terkenal di Indonesia artinya Bank sekelas City bank yang sudah terkenal dan mendunia dengan mudahnya dibobol oleh karyawannya sendiri. Melinda Dee adalah seorang manajer yang tentu saja pihak Bank telah menilai kemampuan dan mampu mengembangkan talentanya namun kembali lagi ada tindakan moral yang kurang baik. Jika kita bicara Bank ternyata dari berita yang muncul di beberapa media terungkap bahwa penggelapan uang nasabah terjadi juga di Bank-Bank lain baik Bank pemerintah maupun swasta yang dilakukan oleh orang dalam sendiri.

Masih banyak kasus yang melibatkan orang dalam organisasi itu sendiri dan yang paling menonjol dan selalu menjadi bahan kritik adalah banyak para pejabat Negara maupun kepala daerah baik tingkat I maupun tingkat II yang akhirnya harus masuk kedalam penjara karena melakukan tindakan korupsi, padahal dari sisi pendidikan dan kemampuan mereka bukanlah orang yang sembarangan bahkan merupakan tokoh-tokoh politik yang dipilih oleh rakyat tetapi tetap saja masalah keinginan untuk korupsi begitu menggoda mereka.

Kasus-kasus yang mencuat diatas hanyalah sebuah fenomena gunung es, yang tentunya merupakan tantangan bagi para aparat penegak hukum untuk lebih jeli dan tegas serta dibekali kejujuran yang tinggi namun untuk kita para pengelola SDM adalah bagaimana caranya untuk menemukan teknik atau metode yang tepat agar hal seperti ini bisa kita minimalisir dan bisa dimulai dari mereka ketika mengikuti program pengembangan SDM di internal terlebih dahulu, memang ini bukanlah sebuah pertanggung jawaban kita semua karena begitu banyak orang yang dengan kepintarannya mampu membuat sebuah peluang untuk melakukan tindakan tidak terpuji. Bahwa dengan kemampuannya orang mampu mencari celah sekecil apapun untuk diterobos demi keuntungan pribadi dan merugikan orang lain dan bagi masyarakat, perusahaan jasa seperti perbankan misalnya tentu kejadian ini membuat penilaian masyarakat berkurang terhadap sebuah bank. Akan tetapi bisa saja ini juga adanya kelemahan dalam bank itu sendiri sehingga mudah dimanfaatkan oleh pegawainya.

Jika kita lihat akan kemampuan orang melakukan itu tentu terbersit dalam pikiran kita darimana mereka mendapatkan pengetahuan seperti itu dan dengan rasa tidak bersalah mengambil yang bukan haknya tentu bisa dari pengalaman mempelajari situasi namun ada bekal yang dibawanya ketika mulai bekerja, dari bekal inilah yang menurut saya merupakan awal dari tindakan seseorang melakukan yang positif dan negatif akan tetapi lingkungan juga sangat berpengaruh, memang sehebat apapun lembaga pendidikan tidak akan mampu mengontrol semua tindakan para alumninya namun mari kita yang berkecimpungan dalam dunia pendidikan untuk ikut bertanggung jawab, paling tidak secara moral dan terus mengupayakan perbaikannya, tentu saja pertanyaannya apakah ini salah didik, salah pergaulan atau salah asuh…..

Tidak ada komentar: